Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025 dengan klaim angka kemiskinan Indonesia per Maret 2025 turun menjadi 8,47%. Level kemiskinan ini jadi yang terendah sejak publikasi pertama pada 1960 dengan jumlah orang miskin setara 23,85 juta orang.
"Maret 2025 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 23,85 juta, atau turun 0,2 juta orang dibandingkan kondisi September 2024," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta, Jumat (25/7/2025).
BPS juga mengungkapkan pihaknya mengadopsi penghitungan baru untuk kemiskinan ekstrem dari Bank Dunia sebagai indikator. Metode tersebut berkaitan dengan penghitungan besaran Purchasing Power Parity (PPP).
“Jadi Bank Dunia mengadopsi metode baru untuk penghitungan PPP 2017, dan kami langsung mengkomunikasikan dan mengadopsinya,” jelasnya.
Dalam indikator ini, BPS mengategorikan penduduk miskin ekstrem bagi mereka yang pengeluarannya per kapita di bawah US$2,15 PPP per hari. Untuk diketahui, BPS menyebut pada Mei 2025 lalu, kurs US$1 PPP berada pada level Rp5.993,03. Dengan acuan ini, maka BPS menetapkan batas garis kemiskinan adalah penduduk dengan penghasilan kurang dari Rp12.885,01 per orang dalam keluarga per hari. Dengan estimasi rata-rata penduduk per keluarga adalah 4,7 orang. Maka setiap keluarga dengan penghasilan di bawah Rp60.559 per hari masuk dalam kelompok kemiskinan ekstrem.
Adapun, PPP merupakan pengukuran perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk membeli suatu barang atau jasa di satu negara dengan di Amerika Serikat. Misalnya, US$1 di New York tentu memiliki daya beli yang berbeda dengan US$1 di Jakarta. PPP memungkinkan perhitungan keterbandingan tingkat kemiskinan antarnegara yang memiliki tingkat biaya hidup yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, kurs PPP berbeda untuk setiap negara.
Baca Juga
BPS sendiri mengklasifikasikan garis kemiskinan bulanan per Maret 2025 sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, naik 2,34% dari Rp595.242 pada September 2024. Kenaikan ini dipicu oleh perubahan harga berbagai komoditas, terutama pangan.
Dengan mengacu kepada indikator ini, BPS mencatat per Maret 2025 jumlah penduduk miskin ekstrem sebanyak 2,38 juta orang atau turun sebanyak 0,40 juta orang dibandingkan September 2024. Bila membandingkan dengan Maret 2024, jumlah penduduk yang masuk kategori miskin ekstrem telah turun 1,18 juta orang.
Secara persentase terhadap total populasi, penduduk miskin ekstrem pada Maret 2025 mencapai 0,85% atau turun sekitar 0,14% jika dibandingkan dengan September 2024. Bila membandingkan dengan Maret 2024, telah turun 0,41%.
Ateng memaparkan, garis kemiskinan di pedesaan tumbuh lebih tinggi dibandingkan perkotaan, yakni sebesar 2,42% menjadi Rp580.349 per kapita per bulan. Sementara itu, garis kemiskinan di perkotaan naik 2,24% menjadi Rp629.561.
Peran komoditas makanan terhadap garis kemiskinan tercatat sebesar 74,58%, jauh lebih dominan dibandingkan komoditas bukan makanan yang hanya 25,42%. Beberapa harga pangan naik pada Februari 2025, seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih. Namun, sejumlah komoditas lainnya justru turun harga, termasuk beras, daging ayam ras, dan bawang merah.
Selain itu, kebijakan potongan tarif listrik 50% yang masih berlaku pada Februari 2025 turut menyumbang deflasi.
Garis Kemiskinan Bank Dunia
Meski menyebut mengacu kepada indikator Bank Dunia, data garis kemiskinan Indonesia berbeda dengan hasil penelitian lembaga keuangan multinasional itu.
Bank Dunia dalam laporan bertajuk June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform menyebut 68,2% penduduk miskin Indonesia setara dengan 194,4 juta orang. Dengan kata lain, Bank Dunia menyebut setiap 3 orang penduduk Indonesia, 2 orang di antaranya miskin.
Penetapan itu karena Bank Dunia sudah beralih ke standar 2021, sedangkan BPS mengacu kepada dasar 2017.
Usai pengadopsian PPP 2021, Bank Dunia mengungkapkan kini garis kemiskinan internasional menjadi US$3 per orang per hari, naik dari sebelumnya US$2,15 berdasarkan perhitungan PPP 2017. Selanjutnya garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah bawah menjadi US$4,20 per orang per hari (dari US$3,65); dan garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah atas menjadi US$8,30 per orang per hari (dari US$6,85).