Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet angkat bicara terkait target pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Yusuf, target pertumbuhan tersebut masih terlalu optimistis. Hal ini mengingat belum optimalnya kinerja sektor-sektor pendukung.
"Kami lebih moderat melihatnya [pertumbuhan ekonomi 2026]. Target 5,4% itu masih terlalu optimistis. Bahkan Bank Dunia pun memproyeksikan pertumbuhan Indonesia tak sampai 5%. Jadi, target yang disampaikan Pak Presiden itu cukup mengagetkan," kata Yusuf saat ditemui di Kantor Bisnis Indonesia, Jakarta pada Jumat (15/8/2025).
Yusuf menuturkan, salah satu alasan mengapa target pertumbuhan 5,4% terlalu optimistis adalah belum optimalnya kinerja sektor yang menjadi motor ekonomi Indonesia, di antaranya industri manufaktur.
Dia menjelaskan, dalam beberapa tahun terakhir, sektor industri manufaktur Indonesia kerap kali mencatatkan pertumbuhan di bawah 5%. Yusuf menilai, hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
"Ketika sektor industri manufaktur bisa tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi sebenarnya itu bisa dicapai. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini tidak terjadi," jelas Yusuf.
Baca Juga
Sektor lain yang juga belum memiliki kinerja optimal adalah perdagangan. Yusuf memaparkan, hal ini disebabkan oleh lemahnya daya beli masyarakat, terutama pada kelas menengah.
Dia menuturkan, masyarakat kelas menengah Indonesia tidak memiliki program bantuan sosial (bansos) yang spesifik diberikan oleh pemerintah. Hal tersebut berbeda bila dibandingkan dengan warga kelas bawah yang mendapat serangkaian bansos.
"Ketika masyarakat tidak punya daya beli, ini juga akan ikut mempengaruhi kemampuan konsumsi mereka. Hal ini juga ikut mempengaruhi pertumbuhan industri manufaktur, dan akhirnya turut berdampak pada target pencapaian pertumbuhan ekonomi 5,4%," kata Yusuf.