Bisnis.com, JAKARTA – Relaksasi kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia alias BI rate menjadi 5% menjadi sinyal pendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, pemangkasan suku bunga acuan itu juga mengundang tanda tanya, apalagi hal itu terjadi ketika perekonomian tumbuh di atas ekspektasi pasar. Pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 mencapai 5,12%.
Kendati memprediksi momentum pertumbuhan tetap terjaga, BI juga melihat adanya risiko terhambatnya laju perekonomian Indonesia akibat melambatnya penyaluran kredit perbankan. Otoritas moneter bahkan telah berulangkali mendorong pentingnya peningkatan penyaluran kredit perbankan untuk memastikan tren pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga.
Sekadar catatan, pertumbuhan kredit perbankan melambat pada Juli 2025 ke angka 7,03% secara tahunan (year-on-year/YoY). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan capaian Juni 2025 sebesar 7,77% YoY.
Gubernur BI Perry Warjiyo menuding perbankan terkesan hati-hati dalam menyalurkan kredit. Padahal BI telah menempuh sejumlah langkah seperti penurunan suku bunga moneter, pelonggaran likuiditas, serta pemberian insentif kebijakan makroprudensial.
Baca Juga
“Hal ini antara lain tercermin dari standar penyaluran kredit (lending standard) yang meningkat,” kata Perry.
BI menegaskan akan terus mendorong agar perbankan lebih agresif menyalurkan pembiayaan, seiring strategi bauran kebijakan yang ditempuh untuk menjaga stabilitas sekaligus mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik.
BI juga menilai penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat. Pada Juli 2025, rata-rata suku bunga kredit perbankan tercatat sebesar 9,16%, relatif stagnan dibandingkan posisi bulan sebelumnya. Perry menyampaikan bahwa tingkat suku bunga kredit masih perlu terus diturunkan agar dapat mendorong peningkatan penyaluran pembiayaan ke sektor riil.
“Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” kata Perry.
Proyeksi Ekonomi BI
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan berada di kisaran 4,6% sampai dengan 5,4% secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan Agustus 2025, Rabu (20/8/2025). Hasil RDG itu memutuskan suku bunga acuan diturunkan 25 basis poin menjadi 5%, dari hasil RDG Juli 2025 sebesar 5,25%.
Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 itu akan didukung oleh perekonomian semester II/2025 yang membaik dari performa kuartal II/2025, yang berada di luar ekspektasi yakni tumbuh hingga 5,12% yoy.
"Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2025 diperkirakan akan berada di atas titik tengah kisaran 4,6% sampai 5,4%," ujarnya melalui Pengumuman Hasil RDG Bulananan Agustus 2025, Rabu (20/8/2025).
Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan pada semester II/2025 akan didukung oleh berlanjutnya tren positif kinerja ekspor dan meningkatnya permintaan domestik, sejalan dengan ekspansi belanja pemerintah.
Tidak hanya itu, lanjutnya, sinergi dan koordinasi kebijakan pemerintah serta BI diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sesuai dengan kapasitas perekonomian nasional.
"Dalam kaitan ini belanja pemerintah termasuk melalui implementasi program-program prioritas pemerintah dapat memberikan dukungan terhadap peningkatan kegiatan ekonomi domestik," terangnya.
Adapun pada sisi bank sentral, BI akan melakukan bauran kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran secara keseluruhan akan terus dioptimalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan rendahnya inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Ruang Pelonggaran Moneter
Sementara itu, ekonom senior Ryan Kiryanto menilai keputusan Bank sentral tersebut diambil secara terukur, konstruktif, dan rasional. Bagaimanapun, sambungnya, realisasi maupun ekspektasi inflasi tetap berada dalam target BI sebesar 2,5±1%.
Selain itu, nilai tukar rupiah relatif stabil dalam kisaran asumsi APBN 2025 sehingga membuka ruang bagi bank sentral untuk melonggarkan stance kebijakan moneter.
“Keputusan RDG BI Kamis [20/8] secara gamblang menunjukkan stance kuat BI yang pro growth [dukung pertumbuhan ekonomi],” ujar Ryan dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).
Dalam risalah RDG, BI juga mengindikasikan terbukanya ruang penurunan BI Rate lebih lanjut demi mendorong penyesuaian suku bunga perbankan, baik simpanan maupun kredit, menjadi lebih akomodatif. Dengan demikian, permintaan kredit produktif seperti investasi dan modal kerja diharapkan meningkat seiring ekspansi produksi dan bisnis.
Ryan menekankan bahwa bauran kebijakan pro pertumbuhan itu relevan di tengah tambahan beban yang dihadapi pengusaha, khususnya eksportir, akibat kenaikan tarif resiprokal 19% yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump.
“Harmoni kebijakan moneter dan fiskal ini, termasuk kebijakan perpajakan, tentunya membutuhkan dukungan dari aspek kepastian hukum dan kebijakan, stabilitas sosial dan politik, serta birokrasi dan regulasi perizinan investasi yang ramah investor,” tambahnya.
Dengan demikian, Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) ini meyakini investor asing dan domestik tertarik menanamkan modalnya dan berusaha di Indonesia.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai ruang pemangkasan bunga lanjutan masih terbuka pada sisa 2025 meski BI Rate sudah turun setidaknya 75 bps sejak awal 2025. Menurutnya, inflasi tetap terkendali, rupiah stabil, dan pertumbuhan ekonomi masih di bawah potensial dengan output gap yang negatif.
“BI masih punya ruang untuk pemangkasan tambahan 25 bps sampai akhir tahun. Risiko global memang ada, tapi dengan inflasi yang terkendali dan cadangan devisa memadai, BI punya fleksibilitas untuk terus mendukung pemulihan ekonomi,” jelas Josua.