Bisnis.com, JAKARTA — Sekali lagi, pemerintah dan DPR sepakat untuk segera mengimplementasikan cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK.
Pemerintah menilai penerapan kebijakan itu perlu untuk menjaga kesehatan masyarakat, namun pelaku usaha merasa tujuan utama otoritas fiskal hanya demi mengerek pendapatan negara.
Notabenenya, wacana penerapan cukai MBDK sudah ada sejak 2020. Kendati demikian, penerapannya terus diundur dari tahun ke tahun.
Terbaru, rencana penerapan cukai MBDK kembali ditetapkan dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dalam rapat dengan pemerintah pada Jumat (22/8/2025), Komisi XI DPR juga sepakat dengan penerapan cukai MBDK pada tahun depan.
"Pengaturan pengenaan cukai atas MBDK bertujuan untuk mendukung upaya pengendalian konsumsi atas produk yang memiliki eksternalitas negatif terhadap kesehatan sehingga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat," jelas pemerintah dalam dokumen Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip Minggu (24/8/2025).
Kendati demikian, otoritas fiskal mengakui implementasi kebijakan itu berpotensi menghadapi risiko dari sisi kesiapan pelaku usaha, terutama bersumber dari keberagaman produk dan rantai distribusi yang berpotensi menimbulkan kompleksitas dalam pelaksanaan.
Baca Juga
Selain itu, pemerintah mengidentifikasi risiko dari masyarakat yang menyadari pentingnya kebijakan cukai minuman manis. Oleh sebab itu, pemerintah menyatakan siap menumbuhkan kesadaran dari masyarakat secara terus-menerus atas efek negatif dari konsumsi gula berlebih bagi kesehatan.
"Hal lain yang perlu diantisipasi adalah kesiapan pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban administrasi cukai MBDK, mulai dari penerapan cukai dan pelaporannya. Pemerintah akan secara berkesinambungan melakukan sosialisasi dan memberikan informasi serta edukasi lainnya yang relevan," jelas Nota Keuangan.
Produsen Belum Siap
Asosiasi Industri Minuman Ringan alias Asrim menyatakan belum siap dengan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK pada tahun depan.
Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengaku tidak kaget dengan rencana implementasi cukai MBDK dalam RAPBN 2026. Menurutnya, rencana tersebut sudah masuk ke dalam APBN beberapa tahun terakhir meski tak kunjung terealisasi.
Hanya saja, Triyono berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi dan dampak penerapan cukai MBDK ke industri. Dia berpendapat, cukai MBDK hanya akan menambah beban bagi industri yang ujungnya akan menjadi beban bagi konsumen/masyarakat.
Cukai MBDK, sambungnya, akan mengakibatkan kenaikan harga produk yang akan berdampak pada penurunan penjualan. Apalagi, Asrim mencatat kinerja industri minuman siap saji dalam kemasan masih dalam tekanan besar.
"Pertumbuhan sejak 2023 terus menurun. 2023 pertumbuhan di kisaran 3,1%, kemudian menurun ke 1,2% di 2024. Bahkan kuartal I/2025, terus turun menjadi -1,3%. Ini perlu menjadi perhatian kita semua termasuk pemerintah," kata Triyono kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).
Dia menilai implementasi cukai MBDK sekedar upaya menambah jenis pajak baru guna menaikkan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto. Menurut Triyono, otoritas fiskal seperti berburu di kebun binatang karena subjek pajak/cukai MBDK adalah perusahaan-perusahaan yang selama ini sudah membayar beragam jenis pajak.
Tak hanya itu, klaimnya, penerapan cukai minuman manis terbukti di berbagai negara tidak efektif untuk menurunkan tingkat prevalensi penyakit tidak menular/obesitas.
"Bagi Indonesia, kami meyakini hal yang sama akan terjadi. MBDK bukan kontributor utama sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Data BPS 2022 menunjukkan bahwa kontributor utama konsumsi kalori dalam pangan [makanan dan minuman] datang dari pangan yang disiapkan di rumah, sebesar 79%," ucapnya.
Oleh sebab itu, Triyono meyakini penerapan cukai MBDK hanya menyasar sebagian kecil sumber pasokan gula/kalori bagi masyarakat sehingga dampaknya ke penambahan beban industri dalam negeri.
Target Penerimaan dari Cukai MBDK
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbhakun menjelaskan besaran tarif cukai MBDK masih akan dibahas bersama-sama antara parlemen dan pemerintah. Selain itu, sambungnya, akan ada pembahasan mengenai ambang batas atau threshold persentase kadar gula dalam MBDK yang akan dikenakan cukai.
"Misalnya dalam kandungan per miligram itu 0,5 atau 0,3. Kita sepakat di threshold-nya. Jangan sampai kemudian dinolkan, kan enggak," kata Misbakhun usai Rapat Pengambilan Keputusan atas Asumsi Dasar RAPBN 2026 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Adapun dalam APBN 2025, pemerintah sudah sempat menetapkan target penerimaan dari cukai MBDK yaitu sebesar Rp3,8 triliun—meski realisasinya masih nol karena kebijakannya belum terealisasi. Besaran target itu hanya setara 1,56% dari total target penerimaan cukai 2026 sebesar Rp244,2 triliun.