Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menyebut bahwa ketimpangan berpotensi melebar karena kebijakan efisiensi anggaran transfer ke daerah.
Dia memaparkan saat ini masih terjadi ketimpangan rasio kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) ke APBD di berbagai wilayah Indonesia.
Sebagai informasi, anggaran transfer ke daerah (TKD) turun 24,8% dari Rp864,1 triliun pada tahun ini (outlook APBN 2025) menjadi Rp650 triliun pada tahun depan (RAPBN 2026).
Bima mengungkapkan, sejak 2015 hingga 2025, kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah secara nasional hanya berada di kisaran 20%–25%. Tak ada perubahan signifikan dalam satu dekade terakhir.
Kondisi itu akan terlihat kontras apabila dibagi per daerah. Bima mengungkapkan, daerah maju seperti DKI Jakarta memiliki rasio PAD yang telah menembus 80%.
“Di wilayah Indonesia Timur, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, ini rasio PAD-nya jauh sekali di bawah Jakarta, yaitu di bawah 15%,” ujar Bima dalam rapat bersama DPR, Senin (25/8/2025).
Baca Juga
Perinciannya per wilayah, Jawa—Bali memiliki rasio rata-rata PAD sebesar 25% terhadap total pendapatan daerah; Sumatra 22%; Kalimantan 18%; Sulawesi 12%; Nusa Tenggara 8%; Maluku 6%; dan Papua 4%.
Oleh sebab itu, dia menekankan pentingnya pola kebijakan fiskal yang tidak seragam ke semua daerah. Menurutnya, pemerintah pusat perlu menyusun formula berbasis potensi dan kapasitas fiskal daerah yang lebih asimetris.
Bima memaparkan bahwa ketimpangan PAD dipengaruhi faktor koordinasi kelembagaan, kualitas SDM, dan infrastruktur digital. Daerah yang memiliki tata kelola keuangan lebih matang dan sistem informasi terintegrasi umumnya mencatat kinerja PAD yang lebih baik.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa secara nasional struktur PAD masih didominasi pajak daerah (72%), diikuti retribusi daerah (9%) dan hasil pengelolaan kekayaan daerah (7%).
Menurutnya, ada tiga penyebab utama ketimpangan horizontal antar daerah itu yaitu potensi pajak dan retribusi yang belum tergarap optimal, aset daerah yang belum dimanfaatkan maksimal, serta lemahnya SDM dan infrastruktur digital.
"Dalam hal ini, Kemendagri melakukan mitigasi dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Kami mendorong untuk melakukan pendataan ulang, mendorong untuk meningkatkan kesadaran masyarakat pajak, memberikan pelatihan berkala kepada petugas pemungutan, penguatan regulasi, kemudian sistem pemungutan pajak yang berbasis digital, dan juga sinergi antar lembaga," tutupnya.