BISNIS.COM, JAKARTA--Pelaku usaha reparasi pesawat (maintenance, repair, and overhaul) mendesak pemerintah mempersingkat proses pengurusan administrasi dan izin keringanan bea masuk pengadaan sejumlah komponen suku cadang pesawat yang di impor.
Ketua Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association (IAMSA) Richard Budhianto menjelaskan selama ini pihaknya telah mendapat beberapa insentif dari pemerintah ketika mendatangkan suku cadang impor namun proses administrasi sangat panjang.
"Karena implementasi peraturan administrasi hingga keluarnya surat-surat maka penggunaannya kurang efektif dan waktu tersisa hanya 4 bulan setiap tahun," ujarnya di sela-sela acara Aviation MRO Indonesia di Jakarta, Rabu (22/5/2013).
Richard yang juga sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia Maintenance Facility AeroAsia (GMF) menjelaskan selama ini untuk mengurus sejumlah syarat administrasi dan izin bea masuk komponen suku cadang pesawat melibatkan tiga kementerian yaitu Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan.
Dia menambahkan sejumlah komponen suku cadang pesawat juga perlu mendapat insentif pajak seperti bebas bea masuk hingga nol persen yang diberlakukan pada perusahaan reparasi pesawat di Singapura.
"Kami minta treatment-nya sama kalau bisa zero untuk bea masuk seperti di Singapura agar kita bersaing. Saat ini bea masuk komponen variatif ada 20%, 30% dan 50%," katanya.
Menurutnya, bila pemberian bea masuk hingga nol persen dan pemerintah mempersingkat birokrasi pengurusan administrasi bea masuk maka meningkatkan daya saing perusahaan reparasi pesawat dalam negeri.
Jika sejumlah perusahaan reparasi pesawat lokal mampu bersaing dengan perusahaan di luar negeri, katanya, maka dapat mempercepat pembangunan aerospace park di Indonesia.
Indonesia saat ini, tuturnya, membutuhkan 2 fasilitas Aerospace Park terpadu yang meliputi fasilitas reparasi pesawat, manufaktur, logistik, vendor, pusat pelatihan dan sekolah penerbangan.
Menurutnya, biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan aerospace park di Indonesia diperkirakan mencapai US$75 juta hingga US$100 juta dengan luas lahan sebesar 75 hektare.
Pembangunan aerospace park, imbuhnya, dapat dilakukan di dua lokasi yaitu di Makassar atau Manado untuk kawasan timur Indonesia, dan Jakarta atau Medan untuk kawasan barat Indonesia. (mfm)