BISNIS.COM, MALANG-Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Appersi) Malang, Jawa Timur, mendukung terbitnya peraturan Badan Pertanahan Nasionbal (BPN) tentang pemecahan sertifikat karena dinilai menguntungkan.
Ketua Koordinator Wilayah Malang Appersi DPD Jatim Makhrus Sholeh mengatakan semula pengembang rumah sederhana tapak (RST) memang kaget dengan kebijakan baru dari BPN.
Namun jika kebijakan tersebut berjalan baik maka akan dapat menguntungkan semua pihak.
“Syaratnya BPN konsisten. Pemecahan sertifikat dapat diselesaikan dalam waktu cepat, setidaknya wajar agar bisnis perumahan tidak terganggu,” kata Makhrus di Malang, Senin (10/6/2013).
Selama ini, kinerja BPN dalam memecah sertifikat sudah bagus. Hanya berkisar 2 pekan-1 bulan.
Dengan waktu penyelesaian pemecahan sertifikat selama itu, maka masih tidak menggangu proses bisnis perumahan. Penjualan rumah tidak akan tertunda.
Penyelesaian pemecahan sertifikat selama itu, dengan ketentuan syarat-syaratnya sudah dipenuhi pengembang.
Yang menjadi masalah, jika penyelesaian sertifikat tersebut berlarut-larut. Bisa berbulan-bulan, bahkan setahun.
Jika hal itu terjadi, maka bisnis perumahan –terutama yang konsentrasi pada penyediaan RST- bisa terganggu. Realisasi kredit bisa seret.
Namun jika proses pemecahan sertifikat bisa lancar, kata Makhrus, sebenarnya semua pihak diuntungkan. End user, pengembang, dan bank diuntungkan jika sertifikat tanah sudah dipecah sebelum dilakukan transaksi.
Dengan begitu maka end user bisa sewaktu-waktu melunasi kredit pemilikan rumah (KPR) karena sertifikatnya sudah jadi. Dalam banyak kasus, karena sertifikat belum dipecah, end user tidak bisa mempercepat pelunasan KPR meski mempunyai dana.
Kenyataan itu jelas merugikan end user. Padahal bisa saja rumah yang pelunasannya dipercepat itu akan digunakan untuk kepentingan lain, seperti dijual lagi atau diagunkan untuk modal usaha.
Di sisi lain, pengembang juga diuntungkan karena pinjaman dari bank tidak lagi ditahan karena sertifikat tanahnya sudah dipecah.
Bagi bank penyalur KPR, juga diuntungkan karena agunan yang mereka terima sudah lebih spesifik, yakni sertifikat tanah yang sudah dipecah.
BPN telah menyosialisasikan masalah tersebut kepada pengembang di Malang. Semula, pengembang kaget dengan ketentuan tersebut karena mereka tidak langsung dapat melakukan transaksi.
Namun jika proses tersebut telah berjalan, maka pengembang akan menjadi terbiasa dengan pemberlakuan sistem baru tersebut.
“Tapi kembali lagi kami minta BPN harus konsisten. Mereka tidak boleh menunda-nunda dalam menyelesaikan pemecahan sertifikat.”
Seperti diberitakan, Kementerian Perumahan Rakyat meminta BPN memberikan kebijakan khusus bagi pengembang perumahan murah terkait dengan atu7ran baru tentang pemecahan sertifikat. (mfm)