Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha akan menaikkan harga produk makanan dan minuman hingga 10% mulai awal September 2013 seiring dengan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan penaikan harga ini terpaksa dilakukan karena hampir 80% penggunaan bahan baku dan kemasan berasal dari negara lain.
“Penaikan harga ini merupakan jalan terakhir yang akan kami tempuh. Mungkin awal September sudah naik antara 5%-10%,” kata Franky kepada Bisnis, Senin (26/8/2013).
Dia menambahkan penaikan harga ini mendesak dilakukan setelah sebelumnya pelaku usaha menunda kenaikan harga saat penaikan BBM Juli lalu.
Sebelumnya, untuk menyiasati pelemahan rupiah ini para pengusaha menggunakan stok bahan baku pembelian lama saat berproduksi. Selain itu, ada juga yang berupaya dengan menyesuaikan volume kemasan menjadi lebih ekonomis.
Akan tetapi, saat ini stok bahan baku juga sudah menipis setelah digunakan untuk memenuhi permintaan saat Lebaran. Alhasil, mereka sudah harus membeli bahan baku paling lambat pada pertengahan September di tengah kondisi melemahnya rupiah.
Pihaknya menghimbau pada pengusaha agar penaikan harga makanan dan minuman ini bisa dilakukan secara bertahap. Langkah ini bertujuan untuk menjaga tingkat daya beli masyarakat yang masih rendah sejak Lebaran tahun ini.
Franky menuturkan melemahnya daya beli masyarakat ini menyebabkan pendapatan pengusaha selama Lebaran berkurang karena hanya bisa menaikkan harga 5%-10%. Lebaran tahun lalu harga bisa naik hingga 20%.
Menurutnya, pelemahan rupiah ini menjadi pemasalahan utama yang harus segera diselesaikan. Pihaknya berharap agar kebijakan pemerintah untuk menstabilkan rupiah bisa segera direalisasikan dan memberikan dampak positif.