Bisnis.com, JAKARTA -Total transaksi pada hari pertama pada Trade Expo Indonesia 2013 untuk sektor barang dan jasa mencapai US$24,1 juta.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti mengatakan untuk transaksi barang telah mencapai US$13,3 juta atau Rp145 miliar. Transaksi didominasi oleh furnitur, kerajinan tangan, perhiasan, alas kaki dan bermacam produk pertanian. Negara yang paling banyak melakukan transaksi diantaranya Arab Saudi (30%), Amerika Serikat (19,3%), Nigeria (7,2%), India (6,4%), Mesir (2,6), dan Korea Selatan (2,5%).
"Kami berharap transaksi pada hari berikut akan semakin besar. Biasanya puncak transaksi terjadi pada hari ketiga pameran," kata Bayu hari ini, Kamis (17/10/2013).
Adapun, nilai total transaksi pada sektor jasa pada hari pertama mencapai US$10,8 juta dengan permintaan terbesar pada tenaga kerja bidang pertambangan, ahli konstruksi, tenaga kerja konstruksi, dan industri kayu.
Kasubdit Promosi Kawasan Asia Pasifik dan Amerika BNP2TKI Elfrida H. Siregar menjelaskan permintaan tenaga kerja yang paling besar Malaysia, Suriname, Italia, Papua Nugini, Arab Saudi, dan Mesir. Jumlah total tenaga kerja sebanyak 1.076 orang dengan perkiraan pendapatan hingga US$10,8 juta.
Dia menuturkan permintaan tenaga kerja yang mempunyai keahlian khusus mendominasi. Contohnya, ahli enginer sebanyak 200 orang dan skill worker hingga 300 orang.
Bayu mengungkapkan semakin lama jasa tenaga kerja yang dicari adalah yang mempunyai keahlian khusus tercermin dengan gaji yang semakin tinggi. Dia mencontohkan tawaran gaji untuk ahli minyak dan gas bisa mencapai US$8.000 per bulan.
Dia menambahkan hal lain yang dilakukan dalam TEI 2013 adalah business matching yang melahirkan potensi kesepakatan dengan nilai yang cukup besar. Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai jumlah transaksi karena proses masih berjalan.
Dia mengungkapkan dengan semakin banyaknya pembeli yang melakukan transaksi dengan Indonesia, memunculkan ekspektasi akan pembiayaan. Banyaknya pembeli yang menanyakan pembiayaan ini seharusnya bisa segera disikapi oleh lembaga pembiayaan dalam negeri.
Para pembeli, lanjutnya, tidak lagi hanya mengandalkan pembiyaaan dari negara asalnya. Pihaknya berharap lembaga pembiayaan Indonesia bisa menyediakan fasilitas kredit pembeli.
"Hal ini merupakan cerminan bagi Indonesia yang harus naik kelas dari sektor fasilitas pemberian pinjaman. Kita masih membicarakan ini dengan pihak perbankan," ujarnya.