Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Pengupahan Daerah diminta lebih objektif melakukan survei pasar sebelum menentapkan nilai kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai pedoman ketentuan upah minimun provinsi dan kabupaten/kota.
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyatakan objektivitas Dewan Pengupahan Daerah (DPD) sangat dibutuhkan agar ketentuan nilai KHL sesuai dengan kondisi riil harga kebutuhan pokok.
“Harga kebutuhan pokok pada akhir tahun biasanya naik lagi, itu yang harus diwaspadai DPD agar nilai KHL benar-benar sesuai dengan kondisi riil,” katanya, Selasa (22/10/2013).
Menurut Timboel, pasar yang dijadikan tujuan survei juga harus benar-benar pasar yang merepresentasikan tempat pekerja/buruh berbelanja kebutuhan hidupnya.
Bahkan, dia menambahkan DPD tidak harus mematuhi ketentuan batas deadline untuk menetapkan nilai upah minimum yang akan diusulkan kepada gubernur/bupati dan walikota setempat pada 1 November 2013.
“Jika batas waktu yang diberikan pada 1 November 2013 maka harga-harga di saat naik pada Desember tidak akan sesuai lagi dengan nilai KHL pekerja/buruh,” tegasnya.
Pembatasan waktu bagi DPD merupakan satu isi pasal dalam Instruksi Presiden No.9/2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.
Sementara itu, Menakertrans Muhaimin Iskandar menyatakan kondisi perusahaan padat karya serba terbatas, terutama dalam hal kekuatan modal, sehingga dengan adanya inpres dan peraturan menakertrans soal penetapan upah minimum provinsi (UMP) maka pengusaha akan menjadi tenang.
Menurutnya, penetapan UMP nantinya tetap berada di DPD dan pemerintah hanya ingin agar para gubernur memperhatikan perusahaan padat karya dalam penetapan upah tersebut yang tidak disamakan dengan industri besar.
Muhaimin juga berharap agar pekerja/buruh menjadikan unjuk rasa atau mogok kerja sebagai langkah terakhir dalam memperjuangkan kenaikan UMP, karena ada dialog dengan pengusaha dan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan.