Bisnis.com, JAKARTA — PT PLN (Persero) mengusulkan tujuh poin pokok kebijakan untuk dimasukan ke dalam Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (RUU Gatrik).
Hal itu disampaikan oleh Direktur Legal dan Manajemen Human Capital PLN Yusuf Didi Setiarto dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Selasa (26/8/2025).
Didi menuturkan poin pertama yang diusulkan adalah terkait kebijakan yang mengatur agar pemerintah dapat memberikan penugasan kepada BUMN ketenagalistrikan untuk melaksanakan public service obligation (PSO).
"Jadi pemberian penugasan kepada BUMN kelistrikan untuk pelaksanaan PSO ini," ucap Didi.
Dia menjelaskan, sebelum UU 1 Nomor Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Kementerian Keuangan berwenang penuh dalam menyeimbangkan dividen yang diterima dari BUMN dan pembayaran subsidi/kompensasi kepada BUMN pelaksana PSO.
Namun, pasca UU Nomor 1 Tahun 2025, dividen BUMN tidak lagi disetorkan kepada kas negara secara langsung melainkan ke Danantara selaku pemegang saham. Oleh karena itu, perlu penegasan dalam peraturan perundang-undangan terkait pelaksanaan PSO oleh BUMN penerima penugasan untuk menjembatani gap pengaturan pasca UU Nomor 1 Tahun 2025.
"Sehingga jika dimungkinkan di dalam UU Ketenagalistrikan ini mengkonfirmasi mengenai PLN sebagai agent of state untuk PSO, dengan segala konsekuensi yang ada termasuk hubungan finansial dan juga kejelasan lingkup PSO, itu akan sangat membantu," imbuh Didi.
Poin kedua, PLN mengusulkan agar aturan terkait jual beli listrik lintas negara turut dimasukan dalam RUU Gatrik. Menurut Didi, penjualan tenaga listrik lintas negara merupakan langkah strategis yang berkaitan dengan kedaulatan dan ketahanan energi negara.
Oleh karena itu, pemerintah harus hadir, mengelola, dan mengendalikan prosesnya. Untuk itu, perlu penegasan terkait penunjukan BUMN penyedia tenaga listrik selaku proxy negara yang berperan sebagai agregator dalam melakukan konsolidasi terhadap pelaksanaan jual beli listrik lintas negara guna memastikan negara mendapat manfaat paling optimum atas kegiatan jual beli listrik lintas negara.
Menurut Didi, pemerintah perlu menugaskan BUMN penyedia tenaga listrik sebagai agregator untuk melakukan konsolidasi terhadap pelaksanaan jual beli listrik lintas negara. Selain itu, transaksi jual beli listrik lintas negara diperlakukan sebagai kerja sama G to G sehingga pemerintah Indonesia mendapatkan manfaat paling optimum dalam kegiatan jual beli listrik lintas negara.
Poin ketiga, PLN juga mengusulkan agar RUU Gatrik membahas mengenai kriteria wilayah usaha (wilus). Didi menyebut, saat ini terdapat wilus yang sudah ditetapkan oleh pemerintah namun tidak dikelola secara optimal sehingga kewajiban penyediaan tenaga listrik tetap dibebankan kepada PLN.
Karenanya, perlu kejelasan dan ketegasan terkait kriteria penetapan wilus serta konfirmasi kemampuan dari pemegang wilayah usaha eksisting.
"Soal wilayah usaha, ini juga ada yang perlu ditata, tapi tidak terlalu material. Ini lebih kalau sudah dapat wilus ya dijalankan, jangan ditelantarkan. Karena kasihan PLN tidak bisa masuk, rakyat di sana juga tidak terlayan," imbuh Didi.
Poin keempat, PLN mengusulkan agar RUU Gatrik memasukan ketentuan terkait penggunaan teknologi rendah emisi seperti supercritical/ultra-supercritical boiler, hingga co-firing biomassa. Selain itu, ketentuan terkait gasifikasi batu bara juga perlu disertakan.
Menurut Didi, dalam rangka pelaksanaan transisi energi untuk menjaga keandalan sistem dan ketahanan energi nasional, masih diperlukan penggunaan sumber energi tak terbarukan sebagai base load namun tetap harus menjaga penurunan emisi.
Untuk itu, perlu ada pengaturan dalam UU Ketenagalistrikan terkait pemanfaatan sumber energi tak terbarukan yang menggunakan teknologi rendah emisi dan pengurangan karbon. Hal ini guna memastikan keandalan sistem tetap terjaga dalam pelaksanaan transisi energi.
Poin kelima, PLN mengusulkan agar RUU Gatrik membahas pendanaan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik.
Didi menjelaskan, untuk pembangunan infrastruktur sektor ketenagalistrikan membutuhkan investasi yang sangat besar dan tidak semuanya layak secara komersial. Maka diperlukan sumber pendanaan baik dari APBN/APBD maupun pendanaan lainnya dari dalam dan luar negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Di sini lah perlu kehadiran negara untuk memberikan dukungan," kata Didi.
Poin keenam, PLN mengusulkan agar RUU Gatrik juga membahas terkait pengutamaan energi primer untuk sektor ketenagalistrikan seperti gas, batu bara, dan biomassa.
Didi menuturkan, pemenuhan pasokan energi primer untuk penyediaan tenaga listrik kepada PLN sering mengalami kesulitan. Pasalnya, supply atau alokasi yang diberikan di bawah kebutuhan pasokan yang diperlukan untuk mencukupi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Oleh karena itu, perlu ada penegasan dalam RUU Gatrik terkait pengutamaan ketersediaan energi primer untuk sektor ketenagalistrikan dengan harga yang wajar, berkelanjutan, dan memperhatikan ketahanan energi.
"Kalau memang ini bisa ditetapkan di dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan, itu akan menjamin operasi ketenagalistrikan di Indonesia akan terjadi," imbuh Didi.
Poin ketujuh, PLN mengusulkan agar RUU gatrik juga membahas mengenai pengemandangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), khususnya nuklir.
"Untuk PLTN, ini juga menjadi masa depan kita, karena memang relatif lebih murah, sehingga ini perlu didorong dan ditegaskan di dalam Undang-Undang yang baru nantinya," jelas Didi.
RUU Gatrik Dibahas DPR, PLN Usul 7 Pokok Kebijakan Ini
PLN mengusulkan tujuh kebijakan dalam RUU Gatrik, termasuk PSO, jual beli listrik lintas negara, wilayah usaha, teknologi rendah emisi, pendanaan, energi primer, dan EBT.

Ringkasan Berita
- PLN mengusulkan agar pemerintah dapat memberikan penugasan kepada BUMN ketenagalistrikan untuk melaksanakan public service obligation (PSO) dalam RUU Gatrik.
- PLN mengusulkan penegasan peran BUMN sebagai agregator dalam jual beli listrik lintas negara untuk memastikan manfaat optimal bagi Indonesia.
- PLN mengusulkan agar RUU Gatrik mencakup penggunaan teknologi rendah emisi, pendanaan infrastruktur, pengutamaan energi primer, dan pemanfaatan energi baru terbarukan, termasuk nuklir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Ryan Hidayatullah
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

9 menit yang lalu
Ada Investor Baru di PANI, Target Sahamnya Segini

56 menit yang lalu
Mereka yang Masih Tancap Gas di Saham ACES
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

11 menit yang lalu
DJP Buka-bukaan Alasan Kepatuhan Formal Wajib Pajak Turun

1 jam yang lalu