Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan meluncurkan basis data perikanan tangkap dan sertifikasi hasil tangkapan ikan secara terintegrasi untuk mencegah penangkapan ikan ilegal dan memperlancar ekspor ke Eropa.
Menteri KKP Sharif Cicip Sutardjo menuturkan tuntutan pasar global terhadap kualitas dan keamanan pangan produk perikanan semakin ketat.
Selain standar kualitas, negara eksportir harus menjamin produk bebas dari kegiatan penangkapan ikan ilegal.
"Tuntutan pasar terkait keabsahan produk perikanan merupakan hal yang wajar. Karena ikan walaupun produk renewable, tetapi kalau tidak dikelola dengan praktik penangkapan yang berkelanjutan bisa terancam punah, seperti northen blue fin tuna dan ikan cod di New England Amerika Serikat," kata Sharif di kantornya, Selasa (19/11/2013).
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Gellwyn Jusuf mengatakan beberapa negara importir, seperti Uni Eropa, kini mewajibkan ketelusuran asal ikan dan legalitas hasil perikanan yang masuk ke pasarnya.
"Untuk ekpor, legalitas ikan harus didasarkan pada country origin dan harus dipastikan bukan berasal dari IUU fishing. Indonesia sekarang perbaiki Sertifikasi Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) untuk menjamin traceability," ujarnya.
Selain memperbaiki SHTI, lanjutnya, Indonesia kini meluncurkan basis data perikanan tangkap yang terintegrasi (database sharing system/DSS).
Basis data ini mencakup informasi logbook kapal penangkapan, regional fisheries management organization (RFMO), surat persetujuan berlayar (SPB), dan surat layak operasi (SLO). DSS juga menyajikan pemantauan kapal perikanan tangkap dengan menggunakan vessel monitoring system (VMS).
"Jadi aktivitas penangkapan ikan dipantau dengan ketat dengan data-data yang lebih valid, ini bisa cegah IUU fishing," kata Gellwyn.