Bisnis.com, JAKARTA - Bali diduga menjadi lokasi pencucian kayu ilegal asal Papua, Kalimantan, dan Sulawesi karena sebagian besar kayu yang masuk bali tidak tercatat.
Direktur Program Multistakeholder Forestry Programme (MFP2) Diah Raharjo mengatakan Bali merupakan salah satu lokasi yang mendapat perhatian khusus dalam implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Pasalnya, Bali merupakan lokasi sentra pengrajin kerajinan tangan, ukiran, dan mebel kedua terbesar setelah Jawa Tengah.
"Kita lakukan stocktaking pada November 2013 untuk observasi jalur peredaran kayu di Bali. Ternyata banyak kayu yang masuk di pelabuhan itu tidak tercatat," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (18/12).
Stocktaking, lanjutnya, dilakukan di jalur peredaran kayu di enam pelabuhan di Bali, yakni Pelabuhan Benoa, Gilimanuk, Celukan Bawang, Padang Bay, dan pelabuhan rakyat. Selain itu, rantai pasokan kayu juga ditelusuri hingga ke industri primer dan lanjutan.
"Selain banyak pasokan kayu ilegal, jenisnya pun tidak tercatat. Di Bali itu banyak kayu Merbau, sedangkan yang tercatat oleh Dinas Kehutanan hanya kayu Jati, Rimba, Meranti, dan Kelapa," kata Diah.
Selain kayu Merbau, hasil stocktaking di Bali juga menunjukkan distribusi kayu Sengon, Sonokeling, Mahoni, dan Akasia. Masuknya kayu tersebut a.l. berasal dari Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
"Ini harus ditanggulangi, jangan sampai Bali jadi lokasi log laundry. Apalagi industri kerajinan kayu di Bali orientasinya ekspor karena banyak wisatawan di sana," tuturnya.
Masuknya kayu tanpa dokumen yang lengkap ke Bali, imbuh Diah, merugikan pemerintah karena tidak dikenai pajak. Di sisi lain, merembesnya kayu ilegal ke pasar berdampak negatif terhadap tingkat harga.
"Langkah membangun koperasi sebagai terminal kayu legal terpadu di Bali itu cukup baik, karena kredibilitas SVLK ini harus dijaga dengan pasokan bahan baku yang legal," kata Diah.