Bisnis.com, PANGKALPINANG — PT Timah Tbk. (TINS) mengungkapkan bahwa efek keberadaan tambang ilegal bukan hanya merugikan secara nominal, namun juga mengganggu produksi perusahaan milik negara tersebut.
Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara menyampaikan dirinya belum dapat memberikan angka terkini jumlah tambang ilegal yang tersebar. Namun, keberadaan tambang ilegal tersebut jelas berdampak pada sisi produksi PT Timah.
“PT Timah memiliki 80% wilayah IUP, sebanyak 20% ini pihak swasta. Namun, dalam konteks produksi, yang terjadi itu berbalik,” ujarnya kepada awak media, dikutip pada Minggu (24/8/2025).
Saat ini tercatat PT Timah memiliki luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) hampir 500.000 hektare di darat maupun laut.
Suhendra pun keheranan bahwa dengan kondisi tersebut, membuat produksi PT Timah menjadi terbatas. Meski demikian, dirinya tidak dapat menjustifikasi dari angka tersebut bahwa terjadi pareto (prinsip 80/20) negatif.
“Kami yang memiliki luasan wilayah IUP yang cukup luas 80%, tapi kok volume produksi kami hanya 20% dibandingkan pihak swasta,” ujarnya.
Baca Juga
Untuk itu, Suhendra memandang sistem kerja sama dengan tambang mitra—sekaligus mengurangi jumlah tambang ilegal dengan penawaran kerja sama—diharapkan dapat mendorong suplai pasokan bijih timah untuk diproduksi menjadi ingot.
Sekaligus, lanjutnya, bahwa pihaknya memandang saat ini perjanjian dengan mitra masih cukup longgar dan ingin memperketatnya dengan menegakkan kewajiban yang harus dipenuhi kepada PT Timah.
Pasalnya selama ini para tambang mitra tidak diberikan target. Padahal PT Timah sendiri mengetahui volume dan potensi cadangan timah yang dapat ditambang. Suhendra menambahkan kewajiban tersebut pun akan diiringi dengan reward bagi mitra yang mampu melebihi target berupa gradasi harga jasa penampangan.
Saat ini pun operasional smelter menggunakan teknologi baru, yakni top submerge lance (TSL) Ausmelt Furnace masih belum maksimal meski telah berjalan sejak akhir 2022 lalu.
Kapasitas produksi dari teknologi canggih Ausmelt tersebut dapat memproduksi 40.000 ton per tahun. Bahkan satu Ausmelt tersebut dapat menggantikan delapan teknologi reverb yang sudah dipakai puluhan tahun lamanya di PT Timah yang terletak di Muntok, Bangka Barat.
Sayangnya, saat ini kapasitas produksi belum maksimal karena pasokan masih terbatas.
“Masih 30% yang dioptimalkan, makanya sisanya masih banyak sekali. Kami mau optimalkan agar sisi produksi PT Timah ini meningkat,” ungkapnya.