Bisnis.com, JAKARTA—Hasil sensus Nilai Tukar Petani (NTP) terbaru yang baru saja dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan NTP sub sektor tanaman perkebunan rakyat (NTPR) naik 1,34% dari 99,55 menjadi 100,88. Hal ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan petani di sektor ini semakin meningkat.
Trend peningkatan NTP juga terjadi di sub sektor perikanan tangkap (NTN) yang naik sebesar 0,21% dari 102,44 menjadi 102,66.
Sedangkan NTP dari empat sub sektor lainnya justru turun yaitu tanaman pangan turun 0,22% dari 100,47 menjadi 100,24, hortikultura turun 0,37% dari 101,90 menjadi 101,53, peternakan turun 0,05% dari 105,84 menjadi 105,79 dan perikanan budidaya turun 0,25% dari 101,77 menjadi 101,52.
Meskipun mayoritas sub sektor mengalami penurunan, namun secara umum NTP Desember 2013 naik 0,15% menjadi 101,96, dibanding bulan sebelumnya sebesar 101,81. Peningkatan ini dikarenakan kenaikan It sebesar 0,47% lebih tinggi dari Ib yang naik 0,33%.
Menanggapi hal ini, Pengamat pertanian sekaligus Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati berpendapat peningkatan NTP sektor perkebunan sangat wajar terjadi karena komoditas perkebunan memiliki prospek yang cukup menjanjikan.
Di sektor tanaman pangan, justru terjadi sebaliknya, biaya produksi semakin meningkat. Sayangnya, peningkatan ini tidak dibarengi dengan peningkatan produktifitas tanaman. Akibatnya, penghasilan dari petani tanaman pangan semakin turun.
“Kedua sektor ini memiliki prospek yang sangat berlawanan. Komoditas perkebunan merupakan komoditas ekspor, sementara petani tanaman pangan justru harus berjibaku melawan serbuan produk impor yang harganya jauh lebih murah,” katanya kepada Bisnis, Kamis (2/1/2013).
Jika kondisi ini berlangsung lama, sangat mungkin produksi pangan dalam negeri akan merosot. Hal ini bukabnlah suatu kondisi yang menguntungkan, meskipun produksi sektor perkebunan berpotensi meningkat.
“Harus seimbang, bak sektor perkebunan maupun pangan sama-sama meningkat,” jelasnya.