Bisnis.com, JAKARTA—Indonesia akhirnya menorehkan sejarah baru bersamaan dengan disahkannya UU Perdagangan, yang secara resmi menggantikan peraturan perniagaan warisan kolonial Belanda Bedrijfsreglementerings Ordonnatie (BRO) 1934.
Undang-undang tentang perdagangan dan pergudangan yang pertama kali diloloskan DPR itu secara sah diketok usai pembahasan tingkat II rapat paripurna pada Selasa (11/2/2014). Wakil Ketua DPR Pramono Anung bahkan menyebutnya sebagai hadiah bagi rakyat Indonesia.
“Ini adalah hadiah setelah 80 tahun. Selama ini [Indonesia] selalu kalah dalam perdagangan internasional karena tidak punya payung hukum yang jelas,” katanya setelah mengesahkan undang-undang yang disusun di atas rentetan polemik itu.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, sementara itu, memuji UU Perdagangan sebagai tanda pengabdian tertinggi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.
UU Perdagangan dapat menjadi landasan dan kepastian hukum bagi pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Dia berjanji akan segera menyosialisasikan UU baru tersebut kepada seluruh pemangku kepentingan.
Dalam sidang paripurna, Ketua Komisi VI Airlangga Hartanto menegaskan kelemahan dalam draf RUU Perdagangan sebelumnya diperbaiki pada tahap rapar kerja, sesuai dengan masukan dari para pakar, akademisi, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
“UU ini sarat dengan keberpihakan pada kepentingan nasional, seperti keberpihakan pada produksi dalam negeri melalui kegiatan promosi dan kewajiban untuk menggunakan produk dalam negeri untuk seluruh kegiatan kenegaraan,” terangnya.
Airlangga menambahkan UU Perdagangan—yang terdiri dari 19 bab dan 122 pasal—itu mengamanatkan 9 peraturan pemerintah, 14 peraturan presiden, dan 20 peraturan menteri. Tercatut di dalamnya adalah 438 daftar inventaris masalah (DIM).