Bisnis.com, JAKARTA—Industri kecil menengah (IKM) di Indonesia diproyeksi tidak akan siap dengan standardisasi ketika Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tiba tahun depan.
Padahal, sektor itulah yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya mengatakan IKM yang bersifat sporadis di Tanah Air menjadi tantangan bagi penerapan standardisasi.
Keterbatasan jumlah lembaga survei produk (LS Pro) juga menghambat upaya tersebut.
“Terus terang saja tidak siap, saya rasa. Menghadapi MEA ini, mari semua sektor merapatkan barisan untuk membahas program penguatan IKM. Sekarang ini masih sporadis. Kalau BSN diajak untuk penguatan IKM, kami sangat siap,” katanya, Kamis (27/2/2014)
Bambang mengungkapkan BSN, selaku badan yang ditunjuk pemerintah untuk menerapkan standardisasi, tidak dapat berbuat banyak dari segi pembiayaan untuk membekali IKM tentang pengetahuan standardisasi.
Menurutnya, anggaran untuk pembekalan dan pembinaan IKM berada di pihak kementerian teknis. “Kalau kami bekali sendiri, anggaran kami tidak cukup. Kami bisa bantu dari segi konten,” jelasnya.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, mencatat jumlah IKM yang tersebar di seluruh Nusantara berkisar 55,2 juta atau mencakup 90% dari total bisnis di Tanah Air.
Kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) dari sektor IKM mencapai 57%.
IKM, menurut Bambang, adalah industri yang memiliki karakter berdaya tahan tinggi berkat overhead cost yang rendah dan fleksibilitas yang tinggi.
Oleh karena itu, yang perlu dimantapkan jelang MEA adalah elastisitas dari sektor IKM itu sendiri.