Bisnis.com, JAKARTA--Dampak positif deklarasi Joko Widodo sebagai calon presiden terhadap pasar keuangan dinilai hanya efek jangka pendek.
Kepala Ekonom Bank Danamon Indonesia Tbk Anton H. Gunawan mengemukakan efek positif jangka pendek ini terjadi karena figur Jokowi unggul dalam berbagai survei pemilihan presiden dan diharapkan oleh pelaku pasar secara luas untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
“Namun, pasar masih mencermati data perdagangan, transaksi berjalan dan inflasi,” katanya, Minggu (16/3/2014).
Nominasi Jokowi menyeret gelombang optimisme ke pasar keuangan. Pasar bereaksi positif terhadap berita tersebut.
Indeks harga saham gabungan melesat ke 4.879 dari 4.726 pada penutupan sehari sebelumnya. Rupiah menguat dan ditutup Rp11.355 per dolar AS, Jumat (14/3/2014), naik 0,3% dari penutupan hari sebelumnya. Imbal hasil obligasi turun 10 basis poin menjadi 7,9%.
Sebagian kalangan menganggap penguatan itu terjadi pasca-PDI Perjuangan mengumumkan Jokowi sebagai capres dari partai oposisi tersebut.
Namun, menurut Anton, BI mungkin tidak akan membiarkan rupiah terlalu menguat karena akan mengurangi daya saing ekspor dan dapat memicu impor naik lagi.
“Ini menjadi kesempatan baik bagi BI untuk menghimpun cadangan valuta asing dengan intervensi beli sembari menjaga daya saing mata uang,” katanya.
Rupiah, lanjutnya, diperkirakan memang bullish, tetapi masih ada tekanan dalam beberapa bulan ke depan karena data perdagangan yang memburuk -- data perdagangan Februari akan menjadi faktor pengayun persepsi – plus pembayaran dividen pada Mei dan Juni.
Selanjutnya, dengan hasil pemilu yang baik, rupiah akan menguat dan berlanjut hingga akhir tahun. Fluktuasi minor mungkin terjadi September atau Oktober. Anton memprediksi rupiah menguat ke Rp11.058 per dolar AS akhir 2014.