Bisnis.com, SURABAYA - Sutanti, 48, bergegas melalui selasar menuju terminal bus dalam kota di Terminal Purbaya, Sidoarjo, sesaat setelah turun dari bus antar kota yang membawanya dari Situbondo, Jumat (30/5/2014).
Sendirian, perempuan kelahiran Kapas Krampung, Surabaya lantas menghapiri bus Damri jurusan Terminal Joyoboyo. Jurusan bus terbaca dari stiker besar tertempel di jendela depan sisi kiri.
Areal sisi kiri juga dilengkapi tulisan ‘AC’ berbahan stiker berwarna orange. Informasi yang berarti bus berkapasitas 56 penumpang tersebut dilengkapi pendingan ruangan sangat menarik. Pasalnya, armada bus lain hanya dilengkapi angin cendela.
“Kalau ini enak, jarang copet,” jelas perempuan yang berucap setengah berbisik saat menyebut bus usang kerap digunakan sebagai sarang copet. Setelah itu, ia menambahkan,”Saya hafal karena dari kecil di Surabaya.”
Setelah menunggu sekira 10 menit, bus berkomposisi dua tempat duduk di sisi kiri dan tiga di kanan berangkat. Jam menunjukkan pukul 10.56 WIB. Sutanti menghela napas, lega,“Saya terburu-buru karena adik kesusulan [meninggal dunia].”
Meski menilai angkutan perkotaan cukup mudah, Sutanti mengaku sangat jarang menggunakan angkutan umum. Biasanya, ia lebih suka menggunakan motor karena lebih efisien.
"Ini saja naik bus karena dari luar kota," urainya soal alasan menggunakan angkutan umum kemarin.
Tiket bus Damri jurusan Purbaya-Joyoboyo Rp5.000 sekali jalan. Jarak antardua lokasi tersebut ditempuh sekitar 30 menit saat lalu lintas lancar meski padat. Setiba di Terminal Joyoboyo, penumpang yang hendak ke berbagai penjuru Surabaya bisa menggunakan mikrolet alias angkutan kota (angkot).
Organda Surabaya mencatat ada sekitar 5.000 mikrolet beroperasi saat ini. Dari sisi penumpang, banyaknya armada yang beroperasi membuat pilihan semakin beragam. Bahkan, jarak antarmikrolet di satu jalur bisa berdekatan akibat melimpahnya angkot.
Ipang, pegawai bagian pengiriman salah satu diler mobil di Surabaya menguraikan jumlah mikrolet di jalan Panglima Sudirman ada empat buah plus bus kota. “Enak kok jalur di sini, tidak ruwet,” jelasnya saat ditemui di mikrolet V (Joyoboyo-Pasar Krampung).
Pria yang bertugas mengirimkan mobil dari gudang penampungan ke diler maupun konsumen ini mengaku bisa empat kali sehari pulang-pergi Sidoarjo-Surabaya menggunakan angkutan umum. Ongkos mikrolet sekali jalan Rp4.000 juga dinilai masuk akal.
Merujuk data pemerintah setempat, setiap hari ada 3 juta pelaju alias pendatang dari kota sekitar Surabaya, mulai dari Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Madura dsb. Sedangkan penduduk di wilayah yang berjuluk Kota Pahlawan itu hanya sekitar 3 juta.
Pergerakan 3 juta orang per hari itu selain dilayani bus dan mobil angkutan umum juga menggunakan kereta api. PT Kereta Api Indonesia Daop 8 Surabaya mencatat ada 18 perjalanan kereta lokal, dari Surabaya Gubeng. Selain itu, ada lima perjalanan dari Stasiun Turi ke wilayah Bojonegoro dan sekitarnya.
Hidupkan Trem
Layanan tersebut dinilai tak cukup sehingga Pemkot Surabaya menginisiasi membangun dan menghidupkan kembali kereta cepat monorel dan trem. Proyek senilai Rp8,8 triliun tersebut mulai dibahas tahun lalu.
Meskipun demikian, jadwal lelang yang ditargetkan April lalu harus mundur. Hal itu dikarenakan perubahan skema pendanaan dari semula melibatkan swasta atau public private partnership menjadi murni proyek pemerintah.
Kepala Bina Program Sekda Surabaya Dedik Irianto menguraikan pemerintah pusat berkomitmen menanggung segala pembiayaan proyek ini. Sehingga keberlanjutan proyek sangat bergantung dengan terpasang tidaknya alokasi dana pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 mendatang.
“Komitmennya dana bisa ikut sektoral seperti Kementerian Perhubungan. Tapi yang jelas ini full government, sehingga nanti kepastiannya masuk tidak di APBN 2015 pada Oktober [ketika presiden dan kabinet baru terbentuk],” jelasnya.
Kereta monorel di Surabaya sedianya melewati Surabaya bagian Timur ke Barat dengan panjang sekitar 23 kilometer. Titik paling timur berada di daerah Kejawan dan Lidah Kulon di paling Barat. Ada 24 stasiun di lintasan itu
Adapun trem melewati Surabaya utara menuju selatan dengan jalur sepanjang sekitar 16,7 kilometer. Titik paling utara di daerah Joyoboyo dan Sonokembang di selatan. Ada 26 stasiun pemberhentian jalur tersebut.
Disinggung soal potensi proyek macet karena sepenuhnya bergantung dana pemerintah pusat, Dedik enggan berspekulasi. “Sampai saat ini masih pasti jalan, cuman bila memang masuk APBN 2015 maka bisa groundbreaking sesuai jadwal di tahun depan,” tegasnya.
Keberadaan trem di Surabaya sebenarnya bukan hal baru, sebab pada 1886 trem uap telah beroperasi. Namun, selepas kemerdekaan dikumandangkan fasilitas transportasi tersebut terpinggirkan. Belakangan ketika jalanan mulai sesak, manfaat trem kembali dilirik dan dihidupkan kembali.
Dedik menguraikan bila rencana pembangunan trem dan monorel bisa dimulai 2015 maka operasionalnya baru siap 2 tahun setelahnya atau 2017. Pada massa yang sama maka pertumbuhan kendaraan bermotor sudah bertambah banyak.
Merujuk pada publikasi Bank Indonesia, penjualan mobil di Jawa Timur pada 2013 lalu sekitar 79.000 unit. Sedangkan penjualan sepeda motor mencapai 1,2 juta unit. Sebagian dari kendaraan baru tersebut tentu terkonsentrasi di daerah pertumbuhan ekonomi, salah satunya Surabaya yang memasuki usia 721 tahun, Sabtu (31/5).
Oleh karena itu, meski proyek kereta cepat dan trem dinilai masih berjalan sesuai rencana perlu dipikirkan solusi jangka pendek. Kepala Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Jawa Timur Wahid Wahyudi menilai penyediaan angkutan massal yang bisa segera direalisasikan perlu diwujudkan.
“Kami akan dukung dan antisipasi yang jangka pendek, saat ini ada 30 unit bus hibah dari kementerian yang diplot pada 2015. Nanti tinggal bagaimana apakah kepala daerah Surabaya dan sekitarnya setuju,” jelasnya.