Bisnis.com, JAKARTA—Badan Kebijakan Fiskal mengungkapkan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) produk hortikultura olahan masih memerlukan pembahasan lebih lanjut, mengingat ada potensi kerugian terhadap pelaku usaha hortikultura olahan.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto mengaku BKF belum mendapatkan usulan lebih spesifik dari Kementerian Perdagangan terkait pembebasan PPN terhadap produk hortikultura olahan.
“Nanti akan kami cek dulu secara mendalam usulan Kemendag itu. Hanya saja, saya ingatkan lagi kalau pembebasan PPN itu ada risikonya, karena pajak masukan, misalnya dari pembelian pupuk, alat pertanian, traktor dan lainnya itu tidak bisa dikreditkan,” katanya, Minggu (6/7/2014).
Andin menjelaskan apabila komoditas atau jasa tertentu dibebaskan PPN-nya, maka pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) menjadi tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Menurutnya, hal itu tercantum dalam pasal Pasal 16B ayat 3 UU No.42/2009 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
“Oleh karena itu, kami harus lihat betul-betul benefit dan cost-nya. Jangan sampai bahan baku untuk membuat hortikultura olahan membuat pelaku usaha malah rugi. Nanti, seperti kasus minyak sawit mentah, dimana pelaku usaha mengajukan judicial review dari UU itu,” jelasnya.
Di samping itu, Andin mengaku BKF tengah membahas peraturan pemerintah untuk kriteria barang-barang yang akan mendapatkan pembebasan PPN. Dalam pembahasan tersebut, BKF mengajak instansi lainnya, seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan.