Bisnis.com, JAKARTA - Pebisnis di sektor bahan galian nonlogam meragukan efektivitas kompensasi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang digagas Kementerian Perindustian. Mereka tetap berharap penerapan harga setrum ini dikaji ulang oleh pemerintahan mendatang.
Ketua Umum Asosiasi Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan lonjakan harga setrum bikin biaya produksi membengkak. Porsi biaya listrik terhadap struktur ongkos produksi industri bahan galian nonlogam seperti keramik berkisar 15% - 18%.
“Sekarang pengaruhnya belum terasa, nanti setelah November total naiknya 39% baru sangat terasa. Kenaikan TDL ini sulit kami kompensasikan terhadap penaikan harga barang. Harus ada efisiensi ketat,” tutur Elisa saat dihubungi Bisnis, Senin (14/7/2014).
Kenaikan TDL pelanggan industri I-3 go public (di atas 200 kVA) dan I-4 (di atas 30.000 kVA) berlaku setiap dua bulan terhitung sejak Mei 2014. Persentase kenaikan untuk kedua golongan ini berkisar 38,9% dan 64,7% dalam setahun. Untuk pelanggan I-3 non go public kenaikannya berlaku mulai Juli 2014.
Industri sejatinya bisa menerima keputusan pemerintah menaikkan harga setrum. Tapi mereka berharap setidaknya lonjakan puluhan persen tersebut tidak dilakukan hanya dalam empat bulan. Sayangnya, harapan perpanjangan jangka waktu cicilan kenaikan tarifpun tidak terkabul.
Guna menekan dampak negatif terhadap industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengajukan beberapa usulan kompensasi kepada Kementerian Keuangan. Mulai dari penundaan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri yang pakai bahan baku lokal, pengurangan pajak penghasilan (PPh), hingga keringanan bea masuk impor mesin konversi energi/barang modal yang bisa mengirit biaya produksi.
Sejauh ini belum diputuskan bentuk kompensasi apa yang akan diberikan kepada industri. Usulan terkait pajak sulit dikabulkan mengingat pemerintah sedang memperketat fiskal. Ini bertujuan menekan belanja sekaligus mendongkrak penerimaan mengingat defisit anggaran 2014 berpeluang sentuh level 4,96% terhadap PDB.
Kenaikan TDL untuk pelanggan industri I-3 dan I-4 diasumsikan menghasilkan penghematan subsidi Rp8,9 triliun. Di lain sisi, kebijakan ini terasa menyesakkan di dada pelaku industri karena harus mengejar berbagai bentuk efisiensi, mulai dari pengurangan kapasitas produksi sampai pekerja.