Bisnis.com, JAKARTA - Perdagangan produk pertanian antar negara merupakan bagian dari perjanjianWolrd Trade Organization(WTO) pada 1995. Perjanjian tersebut kemudian dibentuk dalam Agreement on Agriculture (AoA).
Sebagai salah satu anggota WTO, Indonesia wajib patuh terhadap komitmen antar negara tersebut. Ada tiga pilar yang harus dijadikan acuan, yaitu akses pasar, subsidi ekspor, dan dukungan domestik.
Berkaitan dengan perjanjian tersebut, Indonesia menerapkan beberapa strategi untuk melindungi produk domestiknya dari serbuan impor.
Direktur Perbenihan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Budhianto mengatakan Indonesia menggunakan strategi yang bersifat defensive dan offensive.
Untuk strategi defensive, lanjut Bambang, ada dua instrumen yang digunakan, yaitu Special Prodcuts (SP) dan Special Safeguard Mechanism (SSM).
Bambang menjelaskan SP berarti produk pertanian tertentu yang mendapat perlakukan khusus dari kewajiban penurunan tarif. Tarif produk yang bersangkutan dikurangi dengan besaran yang lebih rendah daripada besaran pengurangan tarif yang diberlakukan.
Harus ada tarif. Contoh beras, kita menghendaki beras masuk special product makanya harus dibebankan tarif. Kita perangnya sama Thailand. Setiap negara harus mengajukan SP, ujarnya.
Kemudian, SSM merupakan tindakan darurat terhadap impor produk yang secara kuantitas mengalami peningkatan terhadap produk domestik.
Sementara itu, lanjut Bambang, strategi offensive dilakukan dengan negosiasi dalam pengurangan dan penghapusan domestic support dan export subsidies oleh negara-negara maju sebagai upaya untuk meningkatkan akses pasar ke negara tujuan ekspor.