Bisnis.com, JAKARTA—Kontribusi ekspor dari perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) sepanjang Januari-Agustus 2014 mencapai US$8,09 miliar, atau hanya 7% dari total ekspor Januari-Agustus 2014 sebesar US$117 miliar
Direktur Fasilitas Kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengklaim capaian tersebut dinilai positif di tengah kondisi perdagangan dunia yang tengah melesu. Dari capaian tersebut, dia mengaku nilai tambah yang dihasilkan sekitar 70-%-80%.
“Hasil impor terhadap ekspor kita terus membaik. Pada awal Januari, nilai tambahnya hanya 73%, lalu naik, dan sempat mencapai 83% pada Mei, tetapi turun menjadi 78% pada Agustus,” ujarnya, Minggu (12/10/2014).
Berdasarkan data Ditjen Bea dan Cukai yang diterima Bisnis, kinerja impor dari fasilitas KITE sepanjang Januari-Agustus 2014 mencapai US$1,92 miliar atau 2% dari total impor Januari-Agustus 2014 sebesar US$119 miliar.
Heru mengatakan Ditjen Bea dan Cukai bersama instansi lainnya akan terus menyosialisasikan fasilitas KITE tersebut ke kota-kota besar di Tanah Air antara lain Semarang, Jabodetabek, Bandung, Surabaya, Belawan dan lain sebagainya.
Dia berharap fasilitas KITE dapat mendorong peningkatan ekspor guna mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan. Hingga Agustus, jumlah perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE telah mencapai 416 perusahaan, atau bertambah 37 perusahaan pada tahun ini.
“Dari 37 perusahaan tersebut, sebanyak sembilan perusahaan merupakan bidang usaha barang dari logas. Kemudian disusul lima perusahaan tekstil dan produksi tekstil, dan empat perusahaan alas kaki dan komponennya,” katanya.
Selain itu, dari data tersebut juga menyebutkan komoditi impor terbesar KITE disumbang kendaraan selain yang bergerak di atas rel KA atau Trem sebesar US$279,65 juta. Sementara, komoditas ekspor KITE terbesar disumbang kertas dan kertas karton sebesar US$1,84 miliar.
Pemerintah merevisi aturan KITE guna mendorong ekspor dan mengurangi defisit neraca perdagangan. Salah satu pokok kebijakan yang diubah antara lain PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang tidak lagi dipungut.
Sebelum direvisi, penerima fasilitas KITE harus membayar PPN dan PPnBM di muka, yang kemudian dapat direstitusi. Namun pada praktiknya, restitusi baru dikembalikan 1-2 tahun kemudian sejak tanggal pengajuan sehingga mengganggu cash flow eksportir.
Perubahan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.176/PMK.04/2013 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Dieskpor.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan PMK No.177/PMK.04/2013 tentang pengembalian Bea Masuk Yang Telah Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Dieskpor.
Dalam tata pelaksanaannya, pemerintah menerbitkan peraturan Dirjen Bea dan Cukai No.PER-04/BC/2014 tentang Tata Laksana Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Dieskpor.
Adapun, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No.PER-05/BC/2014 tentang tata laksana pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Dieskpor.
Fasilitas KITE Sumbang Ekspor US$8,09 Miliar
Kontribusi ekspor dari perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) sepanjang Januari-Agustus 2014 mencapai US$8,09 miliar, atau hanya 7% dari total ekspor Januari-Agustus 2014 sebesar US$117 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Ringkang Gumiwang
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
10 menit yang lalu
Sritex Ajukan PK Usai Kasasi Pailit Ditolak Mahkamah Agung
54 menit yang lalu