Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) mengungkapkan pihaknya menanggung kerugian cukup besar akibat penurunan harga komoditas itu dan beban pinjaman bank.
Kondisi ini disebabkan AGRI baru bisa menyalurkan 50.000 ton gula tani dari total talangan 250.000 ton dari 19 pabrik gula dengan harga Rp8.500/kg. Artinya, AGRI masih menanggung talangan sekitar 200.000 ton senilai Rp1,7 triliun.
Ketua Umum AGRI Wisnu Priyatna menjelaskan sejak lelang gula pertama kali dilakukan tampak sekali bahwa harga gula sejak awal hanya berada pada level harga patokan petani (HPP) atau di bawah harga 'ekspektasi'.
Bahkan, tuturnya, sampai saat ini harga lelang yang terbentuk malah jauh di bawah HPP, yakni Rp8.100 dan tidak ada yang melakukan penawaran.
Menurut dia, harga yang rendah itu disebabkan saldo stok atau carry over tahun 2013 yang masih tersedia dijual dengan harga murah Rp7.600/kg karena kondisi gula yang basah. Selain itu, komitmen pemberian dana talangan kepada petani tidak dilakukan oleh semua stakeholder, kecuali AGRI.
"Keterlibatan AGRI dalam pemberian dana talangan kepada petani sudah dimulai sejak 2008, yang mana pada saat itu para pedagang tidak ada yang mau memberikan dana talangan sehingga petani meminta kepada AGRI," ujarnya, Kamis (23/10/2014).
Pemberian dana talangan ini berlanjut hingga 2012 dan 2013. Pada 2014, lanjut Wisnu, AGRI kembali mendapat penugasan pemerintah untuk memberikan dana talangan karena harga gula tani musim giling 2014 rendah.
Pabrik gula (PG) di Jawa saat ini sedang memasuki masa akhir musim giling 2014-2015. Kegiatan pelelangan gula yang dilaksanakan oleh petani telah berlangsung sejak Juni 2014 dan sekarang berada dalam masa puncak produksi.
Pemerintah sendiri telah menetapkan HPP sebesar Rp8.500/kg yang sebelumnya ditetapkan Rp8.250/kg untuk tujuan melindungi pendapatan petani tebu.
Wisnu mengatakan kuota raw sugar 2014 yang diberikan sampai saat ini kepada AGRI sebesar 2,8 juta ton dan apabila dibandingkan dengan kuota 2013 sebesar 3,019 juta ton terjadi penurunan 7,25%.
Dalam sejumlah pertemuan dengan AGRI, ungkapnya, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menyebutkan kebutuhan bahan baku industri mamin skala besar dan menengah pada 2013 sebesar 2,7 juta ton gula rafinasi yang setara dengan 2,9 juta ton raw sugar, belum termasuk untuk pemenuhan kebutuhan industri kecil dan rumah tangga.
Pertumbuhan industri mamin saat ini dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor sebesar 5% atau setara dengan kebutuhan 3,2 juta ton raw sugar.
Keadaan itu, menurut Wisnu, mengakibatkan outstanding kontrak dengan industri mamin, serta pembatalan pasokan bahan baku dari pemasok internasional, bahkan mengakibatkan berhentinya operasi produksi sebagian besar pabrik gula rafinasi.
Dia menjelaskan kehadiran industri gula rafinasi di Indonesia pada 1997 didorong oleh kebutuhan industri mamin dalam negeri yang bahan bakunya belum dapat dipenuhi oleh industri gula nasional.
Selain itu, AGRI berperan memberikan dana talangan serta mendapat tugas dari pemerintah dalam rangka stabilisasi harga pada 2008-2009 dengan melakukan kegiatan operasi pasar di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa.
"AGRI juga diminta terlibat dalam kegiatan pasar murah dan bazaar menjelang hari-hari besar keagamaan dengan harga yang terjangkau masyarakat," ujarnya.