Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tidak akan mengabaikan pelindungan pekerja/buruh, terutama pekerja di sektor padat karya maupun yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menuturkan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi untuk mendukung kesejahteraan pekerja/buruh di tengah kebijakan PPN 12% yang mulai berlaku pada awal Januari 2025.
Yassierli menjelaskan, kenaikan PPN merupakan bagian dari kebijakan ekonomi nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang mengusung prinsip keadilan.
“Mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat yang tidak mampu akan mendapatkan perlindungan penuh dari negara,” kata Yassierli dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).
Yassierli menyampaikan, untuk pekerja di sektor padat karya, pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan.
Pemerintah juga memberikan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan yang mendapatkan relaksasi atau diskon 50% selama enam bulan. Insentif ini dilakukan untuk meringankan beban perusahaan dan pekerja.
Baca Juga
Selanjutnya, bagi pekerja yang terkena PHK, pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60% flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.
“Kami ingin memastikan bahwa para pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki daya beli dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka,” ungkapnya.
Yassierli menerangkan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.
Lebih lanjut, dia menyatakan sederet upaya ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan pelindungan sosial. Dengan begitu, dampak kebijakan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.
“Kami ingin memastikan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penerimaan negara melalui pajak, tetapi juga memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada pekerja dan buruh,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2023–2028 Shinta Widjaja Kamdani menilai paket stimulus yang diberikan pemerintah seperti PPh Pasal 21 DTP tidak membantu industri padat karya. Sebab, insentif ini hanya untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan.
“Yang kena manfaat itu adalah pekerja yang di bawah [gaji] Rp10 juta. Jadi ini tidak membantu pelaku usahanya, industri padat karya tidak terbantu,” ujar Shinta dalam konferensi pers Outlook Ekonomi 2025 di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/204).
Maka dari itu, Apindo meminta agar pemerintah membantu PPh badan industri padat karya hingga beban iuran BPJS Ketenagakerjaan.