Bisnis.com, JAKARTA - Kolega saya, seorang karyawan swasta di Jakarta berencana merenovasi rumahnya yang berada di daerah Cibubur. Namun dirinya memiliki pandangan yang berlainan dengan sang istri mengenai konsep hunian seperti apakah yang akan diterapkan.
Sang suami berharap arsitektur huniannya cukup sederhana dan minimalis saja, sedangkan sang istri menginginkan lebih ke arah klasik. ”Banyak ide yang ingin kami tuangkan. Kalau misalnya dicampur begitu sebenarnya salah tidak ya? Paling tidak, bayangan kami bagian dapur minimalis, tetapi yang depan klasik,” tuturnya.
Menuangkan ide untuk desain rumah relatif sering kali membingungkan sang pemilik.
Arsitek sekaligus Direktur PT JOSO Architecture, Planing, Design & Rendering, Fathony Muchtar Harris mengatakan konsep hunian bergaya arsitektur yang menggunakan metode menggabungkan berbagai ide, tidak menyalahi aturan. Hal itu disebut gaya eklektik.
”Eklektik muncul bisa dikategorikan dari dua sudut pandang utama, yakni sisi desain dan sosiokultural masyarakatnya,” ujar Fathony, menanggapi persoalan itu.
Dari sudut pandang desain, gaya eklektik muncul dari kejenuhan desain yang dingin, kurang ekspresif dan kurang mewakili kebutuhan individu. Hal ini, papar Fathony, biasanya terjadi pada desain arsitektur modern yang cenderung mengedepankan fungsi saja tanpa mengindahkan ornamen dan detail.
”Sederhananya orang sudah jenuh dengan yang sebelumnya, dan ingin sesuatu yang baru dan berbeda,” ujarnya.
Sedangkan dari sisi sudut pandang sosiokultural masyarakat. Eklektik awalnya muncul sejak zaman Renaissance, sekitar abad ke-15. Pada masa itu berkembang pemikiran filsafat dan budaya yang pesat serta kemakmuran secara ekonomi. Seni berkembang pesat pada semua aspek, baik lukisan, patung, dan juga arsitektur.
EKSPRESIF
Arsitektur eklektik pertama kali masuk dan berkembang di Indonesia terjadi pada era kolonial Belanda dengan memasukkan gaya-gaya Eropa yang dipadukan dengan iklim tropis. Tak hanya itu, namun juga berbaur lagi dengan beberapa ciri budaya setempat.
Fathony menuturkan konsep eklektik memiliki kelebihan yang memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan dirinya dengan lebih bebas. Hal itu, paparnya, karena tidak terlalu banyak aturan yang mengikat.
”Namun demikian, ini juga ada kelemahannya. Gaya arsitektur eklektik sering dicap tidak konsisten, apalagi bagi orang yang kurang suka dengan ketidakteraturan,” katanya.
Fathony mengingatkan dalam menerapkan komposisi eklektik pada hunian sebaiknya memperhatikan elemen penghubungnya, misalnya pada bentuk, warna, dan tekstur material yang digunakan.
Arsitek Her Pramtama dari US&P Architect menambahkan konsep hunian eklektik memang sudah mulai diperbincangkan lagi sekitar 5 tahun terakhir. Lantaran, katanya, masyarakat sudah mulai jenuh dengan gaya minimalis.
”Biasanya sebuah tren arsitektur akan bertahan sekitar 10 tahun, setelah itu berubah atau berkembang lagi,” ujarnya.
Dia mengatakan selama 10 tahun terakhir, masyarakat banyak dijejali dengan konsep hunian minimalis, yang sebenarnya cenderung kaku, karena mengedepankan kepraktisan, layaknya masyarakat urban.