Bisnis.com, JAKARTA—Pengusaha di sektor pengecoran logam tak tertarik meminta insentif terkait tarif listrik industri, asosiasi cuma menginginkan harga setrum terus menyusut.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengecoran Logam (Aplindo) Achmad Safiun mengatakan porsi biaya listrik di sektor pengecoran logam mencapai 15% dari ongkos produksi.
“Kami tidak setuju kalau listrik naik terus. Kami termasuk golongan industri I-3, dan yang lebih besar itu I-4,” ujarnya, di Jakarta, Selasa (2/3/2015).
Sejak awal tahun ini PT PLN (Persero) menetapkan skema baru penetapan tarif listrik. Kebijakan ini dipayungi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 31/2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan PLN.
Sekarang hitung-hitungan harga setrum mempertimbangkan tiga hal, yaitu inflasi, kurs nilai tukar rupiah, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP). Laju inflasi mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS), sedangkan kurs terhadap dolar AS berdasarkan penghitungan BI.
Sebagai contoh, realisasi inflasi, kurs rupiah, dan harga minyak pada bulan Desember 2014 dijadikan acuan penetapan tarif listrik Januari 2015. Penghitungan tersebut diperbarui setiap awal bulan alias tanggal 1, walhasil harga setrum jadi fluktuatif setiap bulan.
Adapun pada tahun lalu PLN menaikkan tarif listrik industri I-3 go public (di atas 200 kVA) dan I-4 (di atas 30.000 kVA) masing-masing sebesar 38,9% dan 64,7%. Aplindo berharap pada tahun ini tidak perlu ada lagi kenaikan tarif setinggi ini mengingat tren harga minyak merosot.
“Yang penting jangan naik, asal tidak naik sudah bagus. Kami tidak perlu insentif segala macam, minta pun tidak dikasih juga,” ucap Achmad.
Gagasan soal insentif menyusul kenaikan tarif listrik tersebut datang dari pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT). Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) meminta diskon tarif sebesar 50% untuk pemakaian listrik pada 23.00 – 05.00.
Sementara itu pengusaha di industri kimia diwakili Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) mengatakan penetapan tarif listrik pada Januari 2015 tak terasa memberatkan. Tarif pada bulan lalu turun dibandingkan Desember 2014.
“Penurunan tarif pada Januari ini sedikit membantu industri, tetapi kami tidak tahu apakah pada Februari ini naik lagi,” ujar Direktur Eksekutif FIKI Suhat Miyarso.
Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto mengatakan unsur biaya listrik dalam struktur ongko produksi masing-masing industri berbeda. “[Asumsi] unsur biaya listrik terbesar ada di industri logam dasar besi sebesar 8%,” katanya.
Adapun industri logam dasar nonbesi ongkos pengadaan listrik berkontribusi 1,1% dalam struktur biaya produksi. Sementara di industri barang logam porsinya sekitar 3%. Beda lagi dengan industri barang kimia sebesar 4,8%, kimia dasar lain sekitar 3,1%, sedangkan petrokimia 0,8%.