Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Jepang mencapai 1% pada kuartal II/2025, melampaui ekspektasi seiring dengan kuatnya permintaan domestik yang memberi angin segar bagi PM Shigeru Ishiba di tengah kebijakan tarif impor AS dan tekanan politik internal.
Data Kantor Kabinet Jepang yang dikutip dari Bloomberg pada Jumat (15/8/2025), menunjukkan produk domestik bruto (PDB) naik 1% secara year on year (YoY) dalam periode April–Juni 2025. Capaian ini melampaui proyeksi ekonom sebesar 0,4%.
Sementara itu, angka pertumbuhan pada kuartal sebelumnya direvisi menjadi tumbuh 0,6% dari estimasi awal yang menunjukkan kontraksi.
Pertumbuhan terutama ditopang investasi bisnis yang melonjak 1,3%, jauh di atas perkiraan 0,7%, serta konsumsi rumah tangga yang naik tipis 0,2%.
Ekspor bersih menyumbang 0,3% terhadap pertumbuhan. Meski menghadapi tarif AS yang lebih tinggi, ekspor bertahan dalam hitungan riil berkat pemangkasan harga jual untuk mempertahankan pangsa pasar dan percepatan pengiriman sebelum tarif 10% dinaikkan menjadi 25%.
Data perdagangan bulanan menunjukkan nilai ekspor turun pada Mei dan Juni, tetapi tidak signifikan secara volume.
Baca Juga
Lonjakan pariwisata masuk juga menopang ekspor bersih. Belanja turis asing meningkat 18% pada kuartal II, sementara jumlah kunjungan pada paruh pertama 2025 mencetak rekor tertinggi.
Data PDB kuartal II/2025 menjadi yang pertama mencerminkan dampak tarif timbal balik dan bea mobil yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mulai April.
Selama periode tersebut, Jepang menghadapi tarif dasar 10% serta bea masuk 25% untuk mobil, sementara pajak 25% untuk baja AS yang diberlakukan Maret lalu digandakan pada awal Juni.
Pemerintahan Ishiba menyebut bea mobil akan kembali ke 15%, sama dengan tarif dasar saat ini, setelah AS menyesuaikan perintah eksekutif sesuai kesepakatan akhir Juli.
Awal bulan ini, pemerintah memangkas proyeksi pertumbuhan riil tahun fiskal berjalan menjadi 0,7% dari sebelumnya 1,2%, sebagian akibat prospek ekonomi global yang memburuk imbas kebijakan perdagangan Trump.
Ketahanan ekonomi pada periode April–Juni memberi sedikit ruang bernapas secara politik bagi Ishiba, yang koalisinya kehilangan mayoritas di majelis tinggi bulan lalu di tengah meluasnya frustrasi publik atas kenaikan biaya hidup. Ishiba sejauh ini menolak desakan mundur dari internal partainya.
Sinyal ketahanan ini juga memberi peluang bagi Bank of Japan untuk tetap berada di jalur kenaikan suku bunga secara bertahap. Meski bank sentral diperkirakan mempertahankan kebijakan pada 19 September mendatang, survei Bloomberg menunjukkan 42% ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga pada Oktober.
Gubernur BOJ Kazuo Ueda bulan lalu menegaskan, suku bunga akan terus dinaikkan jika keyakinan terhadap stabilitas permintaan domestik tetap terjaga.
Namun, kuartal III/2025 kemungkinan akan mencatat dampak lebih besar dari tarif setelah percepatan pengiriman berakhir.
Risiko lain bagi pertumbuhan adalah inflasi yang tetap tinggi. Rilis data pekan depan diperkirakan menunjukkan kenaikan harga konsumen pada Juli masih jauh di atas target BOJ. Kondisi ini berpotensi menekan belanja rumah tangga karena konsumen mengurangi pengeluaran non-esensial.