Bisnis.com, JAKARTA - Ditjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) menyiapkan dana sekitar Rp200 miliar di tahun 2015 untuk meningkatkan sertifikasi tenaga ahli konstruksi di Indonesia.
"Data statistik menunjukkan, dari 280.000 tenaga ahli konstruksi yang bekerja di Indonesia, hanya 86.000 orang yang bersertifikat, sisanya berarti ilegal," ujar Kepala Balai Peningkatan Keahlian Konstruksi Kemenpupera Doedoeng Zenal Arifin di Jakarta, Rabu (11/3/2015).
Untuk mendorong agar 200.000 tenaga ahli konstruksi memiliki Sertifikat Keahlian (SKA), maka dalam lima tahun ke depan Ditjen Bina Konstruksi Kemenpupera akan memfasilitasi dalam bentuk subsidi dan pelatihan.
"Kalau individunya benar-benar tidak mampu, maka biaya sertifikasi sebesar Rp1,3 juta akan kami tanggung sepenuhnya, tapi bila orang tersebut sudah bekerja di sebuah perusahaan yang 'bonafide' maka fasilitasinya hanya berupa imbauan," tutur Doedoeng.
Tahun ini merupakan tahap pertama penerapan pelatihan dan sertifikasi nasional, jika pelaksanaannya berhasil maka anggaran untuk sertifikasi tersebut akan meningkat 50%-100% setiap tahunnya.
"Dalam pelaksaan pelatihan kami juga dibantu oleh pihak asosiasi, perusahaan, perguruan tinggi, dan pemda supaya ada 'sense of belonging' bahwa peningkatan pengakuan kompetensi ini penting bagi para ahli konstruksi," ujarnya.
Dengan pemberian sertifikat ini ia berharap agar para engineer Indonesia dapat menghasilkan produk konstruksi yang lebih berkualitas, sekaligus untuk meningkatkan daya saing konsultan nasional dalam menghadapi MEA.
"Insinyur konstruksi adalah ikon peradaban, profesi ini harus lebih dihargai sama seperti guru, dokter, dan pengacara karena merekalah kunci kemajuan suatu bangsa," tuturnya.
Dalam 5 tahun ke depan Indonesia diprediksi akan kekurangan sekitar 120.000 tenaga ahli konstruksi karena banyaknya proyek infrastruktur tidak didukung dengan penambahan tenaga ahli konstruksi secara signifikan.
Sebagai contoh, saat ini hanya 45% lulusan teknik yang bekerja di bidang konstruksi, sedangkan sisanya memilih bekerja di sektor lain seperti perbankan dan administrasi. []