Bisnis.com, PEKANBARU - Gabungan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Provinsi Riau mengklaim pemberlakuan mandatori bahan bakar nabati (BBN) biofuel sebesar 15% yang dicampur solar terhitung mulai 1 April 2015 berpotensi untuk meningkatkan harga jual kelapa sawit.
"Kalau kita lihat, berarti ini industri hilir dan sebenarnya itulah yang kita harapkan. Kita dapat lihat di negara-negara Eropa sudah ada yang campur biofuel ke solar mencapai 30% sampai 40%," papar Ketua Gapki Provinsi Riau Hinsatopa Simatupang di Pekanbaru, Selasa (31/3/2015).
Dia memperkirakan industri hulu terutama minyak sawit mentah (CPO) Indonesia saat ini, sekitar 30% diserap pasar dalam negeri, sekitar 70% di ekspor ke luar negeri yakni Eropa, India, Tiongkok dan berbagai negara tujuan.
Meningkatnya konsumsi dalam negeri terutama industri hilir untuk pemakaian biofuel bahan bakar minyak subsidi jenis biosolar, maka pihaknya menyakini ekspor akan berkurang dan tidak bisa dipungkiri dunia internasional sangat memerlukan CPO.
"Ekspor berkurang, maka akan berlaku hukum ekonomi klasik yang berakibat harga CPO akan naik. Bila harga CPO naik, maka yang diutungkan siapa?. Jangan lupa bahwa 40 persen sawit Indonesia berasal dari perkebunan kecil milik rakyat," katanya.
Gapki Provinsi Riau melihat dewasa ini, penggunaan kelapa sawit dari dahulu hanya untuk makanan dan industri, namun telah berubah dengan muncul energi atau bahan bakar sebagai alternatif dari konsumsi CPO, sehingga sangat berpotensi besar menaikan harga komoditas sawit.
"Kalau kita lihat pemakaian CPO khususnya biodiesel, untuk pasokan dalam negeri tidak usah dikhawatirkan. Karena masih ada 70% untuk ekspor," tambahnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serius mendorong kandungan biofuel di dalam solar sampai 20 persen untuk mengurangi impor bahan bakar minyak dan melakukan penghematan terhadap devisa negara.
Menteri ESDM Sudirman Said pertengahan bulan ini menjelaskan, untuk memproduksi biofuel dari sektor industri hilir kelapa sawit, maka dibutuhkan kandungan minyak sawit (CPO) dan ditagetkan mencapai 3,5 juta kiloliter sampai akhir 2015. "Karena CPO sebagian akan terserap untuk biofuel," ujar Sudirman.