Bisnis.com, BANDUNG -- Kementerian Pertanian didesak tolak impor gula jenis raw sugar menyusul adanya rekomendasi dan izin dari Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan.
Rekomendasi dan izin impor gula jenis raw sugar yang diisyaratkan mencapai 945.643 ton untuk periode 1 April 2015 sampai 30 Juni 2015.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Ono Surono mengaku sekarang beredar informasi tentang permohonan izin impor gula jenis raw sugar dari beberapa perusahaan kepada Menteri Pertanian, Amran Sulaeman sebanyak 775.000 ton.
Keterangan dari surat permohonan tersebut, katanya, disebutkan telah mendapatkan rekomendasi dan dukungan dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
"Setelah dicek kepada pengurus APTRI, mereka tidak pernah mengeluarkan rekomendasi terhadap permohonan impor raw sugar kepadaperusahaan tersebut," katanya kepada Bisnis, Kamis (9/4/2015).
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada Menteri Pertanian untuk menolak permohonan impor raw sugar dengan pertimbangan jika pemerintah sedang menjalankan program kedaulatan pangan.
Dia beralasan gula masuk ke dalam lima produk yang harus swasembada selain padi, jagung, kedelai, dan daging. Sehingga, seharusnya pemerintah memberikan perlindungan kepada petani tebu serta meningkatkan produksi gula nasional.
"APTRI yang menjadi wadah petani tebu harus menjadi garda terdepan untuk menolak kebijakan impor ini," ujarnya.
Ono melanjutkan isu rembesnya impor raw sugar ke pasar lain selain untuk industri makanan dan minuman perlu diteliti dan ditelusuri sehingga pemerintah mendapatkan data yang valid dan akurat.
Sementara itu, Ketua Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Jawa Barat Mulyadi Sukandar menyatakan hal serupa. Dia mengeluhkan perizinian impor gula dari pemerintah yang dinilai sangat merugikan para petani.
Pasalnya, produktivitas tebu Jabar saat ini dapat dikatakan baik, tapi harga jual terus merugi.
Dia menjelaskan kerugian petani tebu karena gula impor sudah membanjiri pasar dalam negeri.
"Hal tersebut jelas mengganggu pasokan dan permintaan," ujarnya.
Menurutnya, perizinan impor gula rafinasi ke Jabar terbilang sangat bebas dan tidak disesuaikan dengan kondisi hasil perkebunan saat ini. Faktanya, waktu impor tidak disesuaikan dengan saat-saat ketersediaan gula hasil pertanian tebu Jabar.
Gula rafinasi hasil impor tersebut pun menjadi gula konsumsi yang harusnya digunakan sebagai gula industri.
"Harga jual di petani Rp8.000, sementara harga impor jauh lebih murah," lanjutnya.
Secara terpisah, Sekretaris Asosiasi Petani Tebut Rakyat Indonesia (APTRI) Jabar Haris Sukmawan mengaku jelang musim giling 2015 yang diprediksi bakal jatuh pertengahan atau akhir Mei mendatang memicu keresahan pada petani akibat semakin lesunya harga gula di pasaran.
Apalagi stok gula hasil produksi 2014 masih banyak tersimpan di gudang pabrik gula karena belum terserap.
Dia menyebutkan produksi gula di Jabar tahun lalu baru terserap sekitar 20%-30% dari total yang mencapai 100.000 ton.
Banyaknya stok gula hasil produksi 2014 dikhawatirkan berdampak pada lesunya harga pada tahun ini.
“Petani di Jabar berharap musim giling 2015 pabrik gula lebih efisien dalam produksi sehingga kualitas gula bagus dan rendemen lebih tinggi, karena kalau berharap dari harga sepertinya bakal sulit,” ujarnya.
Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan (Disbun) Jabar Yayan Cahya Permana mencatat rendemen tebu di kawasan itu rata-rata mencapai 80 kwintal per ha. Adapun, produktivitas tebu Jabar 5,6 ton per hektar per tahun dalam bentuk hablur.
Menurutnya, itu hasil yang jauh lebih baik dari periode sebelumnya, namun harga tidak memperlihatkan kondisi yang baik.
Dia memperkirakan turunnya harga hasil tebu tersebut akibat impor tebu dari Vietnam.
Sementara harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan untuk hasil tebu Jabar saat ini hanya pada kisaran Rp8300-Rp8500. Angka ini dinilai masih rendah untuk pendapatan petani.
Mentan Diminta Menolak Permohonan Izin Impor Raw Sugar
Kementerian Pertanian didesak tolak impor raw sugar menyusul adanya rekomendasi dan izin dari Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor : Martin Sihombing
Topik
Konten Premium