Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian menyatakan lambatnya penetapan alokasi gas untuk kawasan industri Teluk Bintuni, Papua Barat, yang saat ini masih dalam tahap plan of development di SKK Migas telah menghambat realisasi investasi di kawasan tersebut.
Harjanto, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin, mengatakan kendati Menteri Perindustrian telah melayangkan surat agar alokasi gas ke Teluk Bintuni dipercepat, hingga saat ini belum ada titik jelas.
"Untuk alokasi gas hingga saat ini belum ada. Informasinya masih dalam POD [plan of development]. Terdapat beberapa sumur gas yang dipertimbangkan untuk Teluk Bintuni, itu SKK Migas [Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi] yang memutuskan," tuturnya kepada Bisnis.com, Rabu (6/5/2015).
Lambatnya realisasi investasi di Teluk Bintuni, selain karena belum adanya alokasi gas untuk industri, tetapi juga karena harga gas relatif tinggi. Jika tahun depan pemerintah melakukan penyesuaian harga gas untuk investasi baru, menurutnya, dana yang masuk ke Teluk Bintuni bisa mencapai US$10 miliar.
Ahmad Safiun, Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), mengatakan hingga saat ini belum ada kejelasan terkait alokasi gas untuk Teluk Bintuni. "Enam bulan lalu saya sudah bicara dengan DEN [Dewan Energi Nasional], tetapi hingga saat ini belum ada kejelasan," tuturnya.
Dia mengatakan selain terkendala pasokan gas alam, industri nasional juga tertekan oleh harga yang tinggi. Di saat harga gas dunia tengah turun, harga di Indonesia tetap tinggi, sehingga industri tidak dapat menjual barangnya di pasar global.
Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) mengatakan pola penetapan kawasan industri yang dilakukan oleh pemerintah kepada 14 kawasan industri prioritas di luar Pulau Jawa tidak didahului dengan penyediaan infrastruktur dasar.
"Infrastruktur harusnya disiapkan dahulu. Saat ini memang polanya adalah lahan ditetapkan terlebih dahulu, kemudian investor berminat masuk, baru kemudian infrastrukturnya dibangun. Kendala seperti ini dialami oleh seluruh kawasan industri pemerintah," tuturnya.
Menurutnya, khusus untuk 14 kawasan industri yang telah ditetapkan di luar Pulau Jawa membutuhkan dukungan dan bantuan lebih dari pemerintah. Pasalnya, kawasan-kawasan tersebut berada di wilayah yang minim infrastruktur.
Adapun lambannya alokasi gas untuk Teluk Bintuni, dalam hal ini Kemenperin harus berkomunikasi efektif dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain itu, Kemenperin juga dapat melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk sisi penetapan tata ruang.