Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa waktu lalu, kita pasti denger, saat Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang melemah. Triwulan I 2005, hanya 5,41%.
Wapres berasumsi, ini tren dunia. Lantaran, di mana-mana, ekonomi negara di dunia pun melemah. Itu dibuktikan melalui menurunnya harga sejumlah komoditas.
Penurunan harga dunia a.l. CPO membawa pukulan bagi Indonesia. Penerimaan negara dari ekspor CPO pun melorot.
Namun, tidak sepenuhnya demikian. Indonesia, yang memiliki potensi besar dalam berbagai sektor, gagal memaksimalkan. Potensi ekonomi dari sektor peternakan rakyat, misalnya, justru babak belur.
Saat ini, sektor itu, terus tertekan. Potensi ekonomi yang besar, dan penampung tenaga kerja di level daerah, terus digeluti persoalan. Kini, dari sisi ekonomi, perunggasan menyerap 2,5 juta tenaga kerja langsung dengan total omzet berkisar Rp.120 triliun per tahun.
Tidak ada upaya yang terlihat dengan jelas oleh pemerintah. Ketika peternak rakyat berteriak agar day old chick (DOC) yang dilepas ke pasar ditekan, kondisi justru sebaliknya, terus ditekan.
Siapa pelaku yang terus mengguyur pasar dengan DOC secara masiv, sudah terpetakan. Umumnya, dilakukan oleh perusahaan besar yang memiliki dana besar dalam bentuk capital expenditue (Capex). Akibatnya, mereka bisa melakukan impor besar-besaran dan melemparnya ke pasar.
Kini, banyak sudah peternak rakyat yang gulung tikar, lalu diambil oleh perusahaan besar. Kerugian peternak rakyat kini saudah mencapai Rp10 triliun. Kondisi ini sudah terjadi sejak 2013.
Ketua Umum Asosiasi Peternak Ayam Pedaging Sumatra Utara (APAPSU) T.Zulkarnain, mengakui para perusahaan besar bermain. "Bergerak tak terkendali. Pasar yang belum siap, juga dimasukkan day old chick [DOC]," katanya.
Situasi kemelut perunggasan saat ini akibat kelebihan pasokan bibit ayam pedaging (DOC) yang sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. "Ini akibat ekspansi berlebihan dari pembibit (breeder)," tutur Ketua Umum Perhimpunan Insan perunggasan rakyat indonesia (pinsar) Singgih Januratmoko.
Mereka, katanya, melakukan itu sete;ah menikmati kondisi perunggasan yang menguntungkan sejak 2010-2012. "Ekspansi agresif mereka tampak dari laporan belanja moddal sejak 2010 sampai 2014. Terutama dari peruahaan yang telah go public.
Pemerintah harus segera turun tangan. Jika tidak, upaya untuk mengerek perekonomian Indonesia, bakal sulit. Sektor peternak, dengan segala potensinya, juga akan berepran menahan pelembatan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah sudah sepatutnya mengajak para pemain besar untuk sama-sama mengatasi persoalan di subsektor pertanian ini. Pemerintah tidak perlu lagi menunggu hingga persoalan menjadi semakin kacau balau.
Peternakan rakyat harus diselamatkan, yang besar harus disadarkan, membangun subsektor pertanian ini bukan sekedar mencari untung semata. Namun, bagaimana juga membawa kesejahteraan bagi orang banyak.Untuk itu, tekan jumlah grand parent stock, parent stock yang memproduksi DOC dan menekan jumlah impor DOC.