Bisnis.com, Jakarta— Kepala Badan Inovasi dan Bisnis Ventura ITS Raja Oloan Saut Gurning menyatakan secara teknis penggunaan gas sebagai bahan bakar kapal sangat memungkinkan diterapkan di Indonesia. Menurutnya, sebagian kapal nasional telah memiliki ruang penampung bahan bakar baik cair maupun gas.
Untuk menjamin pemanfaatan gas, paparnya, pemerintah harus memastikan ketersediaan gas yang saat ini masih terbatas. Dukungan infrastruktur seperti lokasi penyimpanan gas, pipa penyalur, dan penyuplainya juga harus dipersiapkan. Dia berpendapat terminal gas dapat mulai dibangun di pelabuhan-pelabuhan utama.
“Utamanya di pelabuhan utama Indonesia dulu saja seperti Batam, Jakarta, Makassar, dan lain-lain. Disiapkan terminal gas yang kecil mungkin kapasitas storage 45 ribu-46 ribu kubik meter,” katanya, Selasa (9/6/2015).
Kapal juga bisa menggunakan converter kit yang sudah dijual di pasar domestik. Harga yang ditawarkan tidaklah cukup besar. Dia menyebutkan harga converter kit berkisar US$5.000 hingga US$10.000, dan ada yang menembus angka US$20.000.
“Gas itu lebih murah dan bagi kapal selama tersedia bahan bakarnya mereka lebih tertarik untuk gas,” ujarnya.
International Maritime Organization (IMO) mulai memperkenalkan zona pengawasan emisi di dunia mulai tahun depan hingga 2020. Bahkan, Pelabuhan Antwerp, Belgia, pelabuhan kedua terbesar di Eropa setelah Amsterdam telah membangun fasilitas LNG.
Terhitung sejak 1 Juni 2015, Pelabuhan Antwerp bahkan memberikan potongan harga untuk biaya pelabuhan hingga 30% bagi kapal berbahan bakar gas.