Bisnis.com, LONDON - Masyarakat Yunani akan mengalami penurunan nilai tukar hingga 40% terutama dalam daya beli apabila pemerintahnya mengganti Euro dengan mata uang sebelumnya, Drachma.
"Awalnya akan ada aksi jual besar-besaran, di beberapa wilayah akan ada 30%-40% depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat," ujar Neil Jones, kepala hedge fund Mizuho Bank Ltd. di London, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (30/6/2015).
"Kami akan mendapatkan rekor baru paling rendah sepanjang masa, untuk mata uang Drachma," imbuhnya.
Risiko Yunani yang akan menginggalkan, atau dipaksa keluar dari 19 negara Euro, berkembang setelah Perdana Menteri Alexis Tsipras mengumumkan referendum untuk meminta pendapat bantuan imbalan keuangan.
Sementara itu, Jones bersama dengan analis dari ING Groep NV dan Credit Agricole SA, mengatakan perkiraan itu bukanlah skenario mendasar dari mereka. Bahkan, mereka telah memerkirakan saat Drachma diperdagangkan meski Yunani tidak keluar dari Lembaga Moneter Eropa.
Mata uang yang lebih lemah diperkirakan dapat membantu ekonomi Yunani untuk tumbuh melalui peningkatan ekspor serta menarik investasi dari luar negeri.
Valentin Marinov, Kepala Group of 10 riset nilai mata uang pada Credit Agricole SA unit Korporasi dan Investasi Perbankan, di London, mengatakan potensi risiko keuntungan dinegasikan oleh struktur biaya dana yang lebih tinggi bagi Yunani.
"Salah satu alasan kami percaya bahwa masyarakat Yunani ingin tinggal di Euro, dan pada akhirnya akan melakukannya. Hal itu sangat berat bagi ekonomi mereka karena harus mebayar di bawah Grexit," paparnya.
Dia memerkirakan, berdasarkan krisis keuangan dan perbankan sebelumnya, bahwa depresiasi nilai tukar berada pada kisaran 40% terhadap dolar AS setelah 12 bulan. []