Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah segera menghentikan rencana penambahan utang baru di tengah situasi ekonomi dunia yang limbung, setelah gagal bayar (default) yang dialami Yunani beberapa waktu lalu.
“Pinjaman dalam valas semakin menambah utang luar negeri dan beban rupiah yang sedang terpuruk,” ujar anggota Komisi Keuangan DPR Willgo Zainar, Rabu (8/7/2015).
Menurutnya, rencana Kementerian BUMN menambah pinjaman ke lembaga keuangan China senilai US$50 miliar harus dikaji matang.
Suntikan dana untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan PT Pelni (Persero) tersebut dinilai semakin memberatkan beban fiskal pemerintah.
“Kalaupun pinjaman terpaksa dilakukan, maka pinjaman harus dilakukan G to G dan bukan C to C,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra ini.
Selain itu, dia berkomentar rencana pemerintah menghentikan penerbitan surat utang dalam bentuk eurobond dianggap tepat akibat melemahnya nilai rupiah saat ini.
“Mata uang euro tengah mendapat tekanan, sehingga surat utang itu tidak ada nilainya lagi dan akhirnya nilai tukar euro akan terus melemah,” katanya.
Dia mengakui dampak krisis Yunani terhadap Indonesia kecil, karena bukan mitra dagang utama. Namun, krisis utang Negeri Para Dewa itu secara tidak langsung ikut menekan bursa saham dan nilai tukar mata uang Indonesia.
“Kejatuhan ekonomi Yunani akan mengganggu psikologis investor terhadap euro. Hal ini akan membuat dolar Amerika Serikat semakin menguat terhadap seluruh mata uang di dunia, tak terkecuali rupiah,” ujarnya.
Kondisi itu diperparah dengan penurunan ekonomi yang dialami China, sehingga hanya Jepang dan Amerika Serikat yang dianggap sebagai safe haven country saat ini.
“Investor akan memilih negara yang mempunyai kondisi ekonomi terjaga dan tahan krisis, sehingga negara berkembang [emerging market] seperti kita harus mewaspadai dampak tersebut,” katanya.
Dia mengingatkan pelemahan rupiah saat ini harus segera diantisipasi pemerintah, sehingga utang tidak semakin membesar.
Hingga Mei lalu, total utang pemerintah mencapai Rp2.843 triliun. Selain itu, dia meminta Bank Indonesia melakukan intervensi pasar, agar nilai tukar rupiah tetap terjaga.
“Intervensi yang dilakukan tidak langsung menggunakan cadangan devisa, namun dilakukan secara terukur,” tegasnya.
Saat disinggung apakah isu perombakan (reshuffle) kabinet pemerintah bisa berpengaruh terhadap sentimen pasar ke depan, Willgo mengatakan isu itu tidak berdampak apapun apabila nama calon tim menteri perekonomian yang disodorkan tidak direspons pelaku pasar dengan baik.
“Jokowi-JK harus cermat dalam hal ini, karena jika gagal menilai keinginan pasar, maka perekonomian kita akan semakin terpuruk,” tuturnya.