Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur BI: CDS Indonesia 170 Bps, Yunani Capai 7.000 Bps

Tekanan terhadap nilai tukar Garuda di pasar uang diproyeksi berkurang sering penurunan credit default swap (CDS) Indonesia ke level sekitar 170 atau sama dengan CDS India.
Pertumbuhan/Ilustrasi
Pertumbuhan/Ilustrasi

 

Bisnis.com, JAKARTA--Tekanan terhadap nilai tukar Garuda di pasar uang diproyeksi berkurang sering penurunan credit default swap (CDS) Indonesia ke level sekitar 170 basis poin (Bps) atau sama dengan CDS India.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan pada akhir Juni 2015, cadangan devisa Indonesia turun ke level US$108,30 miliar lantaran pembayaran utang jatuh tempo dan term deposit valas. Seiring dengan anjloknya cadangan devisa senilai Rp36,4 triliun, nilai tukar rupiah bertengger pada kisaran Rp13.300/US$.

"Tetapi dengan sekarang transaksi berjalan Indonesia kami yakini ada di bawah 2,5% PDB, akan membangun optimisme dan mengurangi tekanan terhadap rupiah," tuturnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (8/7/2015).

Selain itu, Agus juga merujuk pada indeks credit default swap Indonesia yang dinilai makin membaik. CDS merupakan premi risiko yang diberikan kepada suatu negara atas surat utang atau obligasi. CDS juga menjadi indikator fundamental valuta asing untuk memprediksi pergerakan mata uang suatu negara dalam jangka menengah dan panjang, sehingga menjadi acuan investor.

"Credit default swap kita kurang lebih sama seperti India di kisaran 170 bps," tuturnya.

Nilai CDS Indonesia saat ini lebih rendah dibandingkan posisi Desember 2013 sebesar 233 bps dan Maret 2013 sebesar 177 bps. Bahkan jauh di bawah posisi CDS Indonesia saat krisis Lehman Brothers pada 2008, yakni 250 bps pada awal 2008 dan 980 bps pada November 2008.

Kondisi CDS yang relatif rendah mengindikasikan peningkatan ketertarikan terhadap financial asset Indonesia. Penurunan CDS Indonesia, lanjut Agus, bertolak belakang dengan melonjaknya CDS Yunani dari 1.000 bps menjadi 7.000 bps pasca referendum 6 Juli 2015.

"Kalau naik segitu tinggi menunjukkan sebagian besar investor tidak menyangka referendum hasilnya negatif. Sedangkan Indonesia relatif terjaga," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper