Bisnis.com, BANDUNG - Peneliti Bio Farma sekaligus anggota konsorsium riset vaksin Neni Nurainy mengemukakan penelitian vaksin hepatisis B dimulai dengan meneliti virus Hepatitis B dengan genotipe virus yang dominan.
Lembaga Eijkman melakukan penelitian genotipe Hepatitis B virus (HBV) pada archive sampel. Kemudian konstruksi vaksin rekombinan dilakukan oleh Universitas Al Azhar Indonesia (UAI).
Lebih lanjut, transformasi ke host inang (yeast) yang dilakukan oleh ITB termasuk seleksi klon dan optimasi ekspresi. Untuk optimasi purifikasi dilakukan oleh BPPT, sedangkan optimasi kultivasi dilaksanakan Bio Farma.
Menurut Neni, riset dilakukan di beberapa lembaga. Akan tetapi, Bio Farma menjadi koordinator dan sebagai laboratorium untuk semua apabila di institusi yang bersangkutan tidak tersedia peralatan atau bahan riset.
Dia mengatakan keberhasilan konsorsium ini menjadi angin segar untuk kedaulatan vaksin nasional.
Sebab hingga saat ini Indonesia memang belum berdaulat penuh dalam keseluruhan proses produksi vaksin Hepatitis B.
Neni mengatakan meskipun Bio Farma sudah mampu membuat produk akhirnya dalam hal formulasi, fill dan finish. Akan tetapi, Active Pharmaseutical Ingredient (API) atau zat aktifnya masih harus diimpor.
“Itu semua akan terjadi bila ada dukungan atau keberpihakan terhadap hasil penelitian anak bangsa,” ujar Neni, Selasa (25/8/2015).
Neni mengatakan vaksin Hepatitis B sebetulnya tidak terlalu signifikan mengingat life cycle produknya tidak berada di puncak.
Akan tetapi, menurutnya, hal ini demi kemandirian bangsa untuk menghasilkan vaksin rekombinan Hepatitis B yang tidak bergantung dari luar dengan harga relatif stabil.
Di Indonesia sendiri, katanya, vaksin Hepatitis B masih diperlukan karena merupakan cara efektif untuk mencegah penyakit Hepatitis B.
Walaupun kecenderungan prevalensi Hepatitis B di Indonesia menurun tetapi masih ada generasi yang belum divaksin Hepatitis B, seperti warga yang lahir sebelum tahun 1997 di mana Hepatitis B sudah masuk program imunisasi nasional.
Masyarakat yang lahir sebelum tahun 1997 itu, kata Neni, potensial terkena Hepatitis B karena dapat menjadi carrier, dan bisa menularkan secara vertikal (ibu ke anak) maupun secara horizontal.
“Jadi selain kebutuhan vaksin untuk bayi juga untuk catch up dan untuk dewasa.” tutunya.
Neni menuturkan Hepatitis B merupakan salah satu penyakit yang membahayakan jika tidak segera ditangani.
Penyakit yang menyerang bagian organ tubuh hati atau liver ini semakin berbahaya karena gejalanya yang tidak selalu tampak.