Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri grafika menilai bahwa pemerintah mesti turut andil menggencarkan sosialisasi produk grafika ke luar negeri agar ekspor bisa meningkat.
Presiden Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI) Jimmy Juneanto menjelaskan bahwa selain sosialisasi, pemerintah juga perlu memperketat ekspor produk kertas yang nilai tambahnya rendah.
“Kita masih malu-malu untuk promosi. Kalah jauh dibanding negara tetangga. Di sini diharapkan pemerintah untuk mendorong. Jangan hanya ekspor dalam bentuk kertas gelondongan. Akan lebih bagus kalau yang diekspor produk jadi,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (7/9/2015).
Adapun nilai ekspor pada 2014 tercatat sebesar US$199 juta. Menurutnya, raihan tahun ini akan tetap berkisar di angka US$200 juta. Hal ini disebabkan oleh depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat bisa membuat nilai ekspor stabil, meskipun terjadi sedikit penurunan dari sisi volume.
Meski demikian, ekspor produk grafika Indonesia tergolong kecil dibanding dengan negara tetangga seperti Singapura yang dengan ekspor senilai US$1,66 miliar, Thailand sebesar US$1,6 miliar, dan Malaysia senilai US$330 juta.
Dia menyayangkan potensi Indonesia yang merupakan salah satu produsen kertas terbesar di dunia dengan kapasitas produksi nasional mencapai 12,9 juta ton per tahunnya. Dari jumlah tersebut, sebanyak empat juta ton dialokasikan untuk ekspor.
“Bahan baku kita ada, dari hutan tanaman industriatau dari pohon yang ditanam sendiri. Maunya dicetak terlebih dahulu di sini, baru diekspor. Apalagi kita punya kelebihan karena bisa membuat bubur kertas secara lebih mudah dibanding negara-negara subtropis,” ujarnya.
Selama ini, produk-produk grafika yang banyak diekspor antara lain seperti buku pelajaran dalam bahasa asing, kertas kado, amplop, buku tulis, buku gambar hingga kitab suci. Sasaran ekspornya adalah ke Amerika Serikat, Eropa, Malaysia, hingga negara-negara Timur Tengah seperti Irak dan Afganistan.