Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan pengusaha hutan berjanji akan berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghindari tindakan membakar hutan untuk membuka lahan.
Purwadi, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), mengatakan kebakaran hutan saat ini sudah menjadi krisis yang luar biasa. Krisis ini tidak lagi dapat diselesaikan sendiri oleh pemerintah.
Menurutnya, APHI berupaya untuk mendukung langkah preventif pemerintah melalui kegiatan-kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang akan berfokus pada upaya pencerahan masyarakat terhadap dampak buruk membuka lahan dengan cara membakar.
Selama ini, masyarakat sering menjadi tertuduh sebagai penyebab dari terjadinya kebakaran hutan. Seturut UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69, masyarakat masih diizinkan untuk melakukan pembakaran lahan dalam konteks kearifan lokal.
Namun demikian, cela regulasi ini sering kali dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk membayar masyarakat tertentu untuk membakar lahan di luar konteks kearifan lokal. Menurutnya, anggota APHI tidak terlibat dalam skandal pembakaran hutan ini, tetapi justru menjadi korban tertuduh pula.
“Pasal ini seolah-olah melindungi masyarakat, tapi justru pasal inilah yang menstimulasi oknum-oknum tertentu menggunakan masyarakat untuk kemudian menyalahkan masyarakat juga,” katanya dalam satu kesempatan diskusi di Jakarta, Sabtu (19/9/2015).
Purwadi mengatakan, selain pada pelaku usaha dan penegak hukum, peningkatan kapasitas juga perlu dilakukan kepada masyarakat agar lebih memahami persoalan kehutanan.
Menurutnya, selain ada potensi ditunggangi oknum tertentu, beberapa kelompok masyarakat saat ini memang memiliki tradisi membakar hutan untuk membuka lahan.
Untuk itu, menurutnya anggota APHI akan lebih intensif melakukan sejumlah upaya pelatihan, edukasi, dan bantuan mekanis supaya masyarakat tidak melakukan pembakaran hutan lagi.
“Ada juga insentif. Anggota kami ada yang sudah melakukan kegiatan desa mandisi bebas asap. Kalau ada masyarakat di situ yang dalam rangka membuka perkebunan namun tidak membakar lahan, kita berikan insentif,” katanya.
Purwadi mengatakan upaya tersebut adalah pendekatan persuasif. Pendekatan hukum tetap harus dilakukan melalui revisi UU 32/2009 dan juga peningkatan kapasitas para penegak hukum.