Berdasarkan makna etimologisnya, batik dalam Bahasa Jawa berarti ‘amba lan titik’. Secara harfiah dalam Bahasa Indonesia, batik adalah menulis dan memberi titik-titik. Dua teknik itu pula yang menjadi dasar karya cipta sebuah batik.
Itulah mengapa, mayoritas die-hard fans batik menolak mengakui ‘batik print’ atau ‘batik pabrikan’ sebagai batik yang sesungguhnya. Sebab, yang disebut dengan batik sejatinya adalah yang melalui proses rumit menulis dan menitik. Begitulah kira-kira.
Nah, akibat rumitnya proses pembuatan, pemaknaan filosofis, bahan, serta syarat dan prasyarat tradisional lain untuk menghasilkan karya batik yang sesuai pakem, tidak heran apabila harga selipat kain batik berkualitas begitu melangit.
Harus diakui, sandang batik ‘asli’ yang dibanderol sangat mahal masih tidak terjangkau oleh banyak kalangan di Tanah Air. Sesekali, cobalah tengok harga selembar syal batik tulis di gerai batik premium. Minimal, harganya bisa mencapai Rp3,49 juta per helai.
Dari situ, lahirlah industri tekstil yang menyadur motif tradisional batik untuk diproduksi massal, agar harganya lebih terjangkau mulai Rp50.000-Rp200.000. Tekstil bercorak batik itu banyak dijumpai di Thamrin City, Tanah Abang, Plaza Semanggi, dan sebagainya.
Sebenarnya, ada beberapa tempat yang menjual batik premium. Mulai dari Danar Hadi, Iwan Tirta Private Col lection, Batik Keris, hingga Parang Kencana, Alleira, Batik Chic, dan lainnya. Akan tetapi, jika diperhatikan, rerata gerai batik di mal cenderung sepi pengunjung.