Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah daerah di Jawa Barat didesak menerbitkan peraturan daerah tentang lahan pertanian abadi untuk mengendalikan alih fungsi lahan pangan produktif yang semakin meluas.
Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan alih fungsi lahan pertanian di Jabar semakin tidak terkendali sehingga produktivitas pertanian terus berkurang.
"Jika terus dibiarkan, krisis pangan menjadi ancaman nyata. Jadi, perda lahan abadi sudah mendesak diterbitkan oleh seluruh pemda di Jabar," ujarnya, Rabu (7/10/2015).
Entang menjelaskan perda tersebut harus secara jelas mengatur terciptanya lahan pertanian pangan berkelanjutan melalui perluasan jumlah lahan pertanian abadi.
Selama ini, beberapa kabupaten/kota belum memiliki perda lahan pertanian abadi dengan alasan untuk menarik investasi yang lebih besar ke wilayahnya.
"Masih banyak daerah yang belum memperhatikan hal ini. Boleh saja mereka memperbanyak investasi, tapi ingat persoalan pertanian harus tetap diperhatikan," tegasnya.
HKTI menyoroti kepala daerah yang terbukti ikut andil dalam terjadinya alih fungsi lahan pertanian dapat dipidanakan dan semuanya harus diatur dalam perda.
Konsekuensi tersebut membuat beberapa daerah belum berani menerbitkan perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).
Jabar yang mayoritas daerahnya sebagai lumbung padi nasional harus berani menerbitkan perda tersebut karena masalah pangan seharusnya menjadi paling utama dibandingkan dengan investasi.
"Perda juga harus mengatur teknisnya, seperti aturan badan hukum kelompok tani untuk pengelolaan lahan abadi harus jelas."
Sementara itu, Kepala Bidang sumber Daya Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Diperta) Jabar Ibrahim Syaf mengatakan anggaran pencetakan sawah bagi kabupaten/kota sudah dikembalikan lagi ke kas negara.
Hal tersebut berbenturan dengan Undang-undang No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah di mana hibah tidak bisa diberikan pada penerima yang tidak berbadan hukum.
"Anggaran sudah dikembalikan lagi, karena kelompok masyarakat yang menerima harus berbadan hukum dan terdaftar di Kemenkumham," ujarnya.
Menurutnya, saat ini belum ada satu pun kelompok masyarakat atau tani yang berbadan hukum dan terdaftar di Kemenkumham.
Dihubungi terpisah, Pemerintah Kabupaten Bandung hingga akhir tahun ini menargetkan bisa memiliki peta lahan abadi setidaknya setengah dari luas wilayah.
Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung Tisna Umaran mengatakan proses pemetaan tersebut membutuhkan dana hingga Rp800 juta. Tapi, dana yang teralokasikan dari APBD hanya Rp400 juta.
"Daripada tidak memiliki sama sekali peta lahan abadi, paling tidak ada setengahnya dari wilayah Kabupaten Bandung," katanya.