Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono angkat bicara usai Mahkamah Agung (MA) memutuskan pemerintah tak boleh lagi melakukan ekspor pasir laut yang sebelumnya dimungkinkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Menanggapi putusan tersebut, Trenggono memastikan bahwa pemerintah akan mematuhi keputusan yang berlaku, termasuk Putusan No.5P/HUM/2025 itu.
“Kalau itu kita kan harus patuhi,” kata Trenggono ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, dikutip Jumat (27/6/2025).
Namun demikian, pihaknya belum bisa berkomentar banyak mengenai putusan tersebut. Pasalnya, informasi mengenai putusan ini baru diketahui oleh Trenggono pada Kamis (26/6/2025).
Kendati begitu, dia memastikan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan melaksanakan dengan kementerian/lembaga terkait menyusul adanya larangan ekspor pasir laut.
MA dalam Putusan No. 5P/HUM/2025 mengabulkan permohonan uji materiil PP No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Permohonan uji materiil diajukan oleh akademisi dan dosen hukum Muhammad Taufiq. Putusan MA ini sekaligus menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh lagi melakukan ekspor pasir laut yang sebelumnya dimungkinkan melalui PP 26/2023.
Baca Juga
“Menyatakan Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 56 Undang-Undang Nomor 32,” tulis MA dalam putusan No. 5 P/HUM/2025 yang dikutip Kamis (26/6/2025).
Oleh karena itu, MA juga menyatakan bahwa Pasal 10 ayat (2), Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) dalam PP tersebut tidak berlaku untuk umum sekaligus memerintahkan pemerintah selaku termohon untuk mencabut aturan tersebut.
Permohonan uji materi ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa beleid tersebut membuka celah bagi legalisasi penambangan pasir laut dengan dalih pengelolaan sedimentasi, yang dinilai bertentangan dengan Pasal 56 Undang-Undang (UU) No.32/2014 tentang Kelautan.
Pemohon juga menilai kebijakan ini berpotensi merusak lingkungan laut dan pesisir, serta mengabaikan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dalam hukum lingkungan.
Dalam dalil permohonannya, Taufiq menyebut bahwa PP No.26/2023 telah menyimpangkan makna sedimentasi laut menjadi pembenaran bagi eksploitasi pasir laut yang bernilai ekonomis, padahal sedimentasi laut (lumpur) dan pasir laut memiliki perbedaan substansial secara ekologis dan geologis.