Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti diminta mengkaji ulang rencana membuka izin pemodal asing memiliki 100% saham di industri pengolahan perikanan.
Angggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Hermanto menilai kepemilikan saham 100% hanya akan membuat seluruh nilai tambah ekonomi dinikmati oleh pemodal asing. Idealnya, menurut dia, kepemilikan saham asing di sektor hilir maksimal 60%.
“Bila kepemilikan asing dibuka 100%, nilai tambahnya 100% menjadi milik asing. Kepemilikan asing dibatasi maksimal 60% saja agar kita juga bisa menikmati nilai tambahnya,” kata Hermanto dalam keterangan tertulis, Selasa (20/10/2015).
Sebelumnya, Menteri Susi Pudjiastuti mengatakan Presiden Joko Widodo akan mengubah Perpres No. 39/2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Deregulasi akan membuka peluang investor asing untuk menguasai saham hingga 100% di industri hilir seperti gudang penyimpanan dan pengolahan ikan. Berdasarkan Perpres 39/2014, kepemilikan asing dibatasi maksimal 40%.
Susi mengklaim kebijakan tersebut akan menggenjot industri hilir yang memiliki nilai tambah lebih besar. Sebaliknya, pemerintah akan menutup investasi asing di sektor hulu perikanan tangkap.
Regulasi yang masih berlaku membolehkan asing membuka usaha perikanan tangkap dengan kapal berkapasitas di atas 100 gross ton (GT) di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan laut lepas.
Hermanto menilai kepemilikan maksimal 60% sudah cukup bagi investor asing untuk mengontrol perusahaan. Selain kepemilikan saham, dia juga meminta pemerintah bisa mengarahkan investasi asing ke Indonesia Timur.
Pasalnya, kawasan tersebut memiliki potensi ikan yang sangat besar sehingga membutuhkan lebih banyak pabrik pengolahan.
Selama ini, imbuh dia, nelayan mengeluh karena kesulitan menjual hasil tangkapan.
“Penempatan pabrik di sana merupakan solusi untuk mengatasi masalah kesulitan pemasaran hasil tangkapan nelayan setempat,” tuturnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga mengusulkan agar aturan baru mengakomodasi penggunaan tenaga kerja dalam negeri.
Apalagi, mayoritas angkatan kerja saat ini diisi oleh kalangan berpendidikan rendah.
Februari lalu Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa lapangan kerja masih didominasi oleh penduduk berpendidikan rendah alias SD ke bawah sebanyak 45,19% dan SMP sebesar 17,77%.