Bisnis.com, JAKARTA – Keinginan Indonesia untuk mengembangkan ekspor berbasis industri akan terhambat jika Indonesia tidak bergabung dengan Kemitraan Trans-Pasifik (Trans Pacific Partnership/TPP).
Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Bachrul Chairi mengatakan meskipun TPP secara operasional belum dimulai, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa permintaan impor dari negara-negara anggota TPP sudah mulai menurun hingga 50%.
“Pembeli-pembeli itu ingin mengamankan kapasitas impornya nanti pada saat ini berlaku. Makanya, mereka sudah mulai mengalihkan ke negara-negara anggota TPP tadi, walaupun belum mulai dilaksanakan,” kata Bachrul di Jakarta, Rabu (11/11/2015).
Di sisi lain, Indonesia juga akan sulit mendapatkan bahan baku atau bahan penolong yang dibutuhkan untuk industri manufakturnya dari negara-negara tersebut. Skema rantai pasokan global yang menjadi kekuatan dari TPP akan lebih mengutamakan pasokan bahan baku kepada sesama anggota kemitraan regional tersebut karena mendapatkan preferensi.
Dengan demikian, lanjutnya, struktur ekspor Indonesia akan sangat terbatas pada produk-produk sumber daya alam yang dibutuhkan semua negara. Industrialisasi di Indonesia akan terhambat karena tidak memiliki preferensi.
Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong mengatakan dalam perkembangannya saat ini, tidak ada satu pun produk manufaktur yang tidak membutuhkan impor meskipun hanya 5% dari total kebutuhan bahan baku maupun bahan penolongnya.
“Tidak adanya impor, walaupun hanya untuk 5% komponennya saja akan membuat industri dalam negeri mandek.”