Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan agar beleid yang mengatur pungutan ekspor cangkang sawit tidak diubah sehingga bisa mendorong pembangunan pembangkit listrik biomassa di Tanah Air.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan kebijakan untuk mengenakan pungutan atas ekspor cangkang kelapa sawit sudah tepat.
“Dengan adanya pungutan itu, maka harapannya cangkang sawit tidak diekspor tetapi bisa dimanfaatkan oleh pengembang pembangkit listrik biomassa di dalam negeri,” katanya di Kompleks Istana Negara, Jumat (5/2/2016).
Menurutnya, pihaknya juga telah bertemu dengan pengembang pembangkit listrik tenaga biomassa yang menggunakan bahan bakar cangkang kelapa sawit. Dia mengungkapkan bahwa pelaku industri juga menilai jika kebijakan itu sudah benar.
Rida menambahkan selama ini cangkang kelapa sawit banyak diekspor ke Jepang yang juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik biomassa. “Daripada di ekspor kan lebih baik dipakai di domestik untuk mengembangkan proyek-proyek kelistrikan,” katanya.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit (Apcasi) Dikki Akhmar mengungkapkan jika eksportir masih harus menanggung kerugian hingga US$4 per ton. Padahal, ekspor tidak bisa disetop karena sudah terikat kontrak.
“Kami sudah berjuang sejak 6 bulan lalu. Kami mengapresiasi pemerintah yang memangkas pungutan pada cangkang saiwt. Namun, penghapusan itu tidak cukup kalau tidak ada keringanan dari sisi bea keluar,” ujarnya.
Dia meminta agar pemerintah juga meringankan bea keluar cangkang sawit yang saat ini masih US$7 per ton. Menurutnya, mengingat cangkang sawit banyak yang terbuang, pungutan sebaiknya di level nol dan bea keluar menjadi US$3 per ton.
Dikki menegaskan, cangkang sawit tidak dapat terserap seluruhnya di dalam negeri dan justru terbuang sebagai sampah. Jika diekspor, lanjutnya, cangkang sawit akan memberi nilai tambah bagi negara.
Adapun, pungutan ekspor cangkang kelapa sawit kini telah dipangkas 70% menjadi US$3 per ton. Padahal sebelumnya, pungutan dipatok US$10 per ton. Ketetapan pungutan itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.133/PMK.05/2015 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).