Bisnis.com, JAKARTA – Penerapan sistem resi gudang terhadap komoditas karet masih belum diterapkan kendati mekanisme tersebut dapat membantu para pelaku usaha di sektor tersebut di tengah kondisi harga yang sangat rendah.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Sutriono Edi mengatakan saat ini belum ada pelaku usaha karet yang sudah memanfaatkan sistem resi gudang, meskipun dari segi regulasinya hal tersebut dapat dilakukan.
“Memang secara peraturan perudangan, karet masuk dalam sistem resi gudang. Namun untuk masuk ke situ masing-masing harus melakukan hitungan,” kata Edi di Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Perhitungan yang dimaksud adalah proyeksi berapa lama waktu yang dibutuhkan agar harga karet kembali membaik. Harus ada perhitungan bisnisnya, sehingga biaya untuk resi gudang tidak mampu menutup biaya bisnsnya. Menurutnya, resi gudang merupakan alternatif pembiayaan, sehingga jika masuk ke dalam perhitungan bisnis, maka sistem itu bisa saja digunakan.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan hingga 17 November 2015, jumlah resi gudang yang telah diterbitkan mencapai 2.125 resi gudang. Jumlah tersebut mencakup volume komoditas sebesar 80.254 ton, dengan nilai mencapai Rp422,19 miliar.
Dari sepuluh komoditas yang dapat memanfaatkan resi gudang, hanya empat komoditas yang telah memanfaatkan sistem tersebut.
Gabah menjadi komoditas yang paling banyak dimanfaatkan untuk mendapatkan resi gudang dengan volume 68.078 ton, diikuti beras sebanyak 6.499 ton, jagung 5.101 ton, 153 ton kopi, 420 ton rumput laut, dan 3 ton kakao.
Untuk mendapatkan resi gudang, pelaku usaha tidak perlu harus menggunakan gudang milik pemerintah. Gudang swasta pun dapat digunakan, asal memenuhi standar, seperti tidak adanya kebocoran dan pengamanan yang bagus untuk komoditas tersebut.
Menurutnya, belum adanya yang menggunakan sistem tersebut bisa jadi karena sistem resi gudang memang belum diperlukan oleh pelaku usaha, karena telah memiliki sistem pembiayaan sendiri. Pelaku usaha yang terdiri dari petani, pedagang, hingga eksportir menurutnya memiliki kepentingan dan kemampuan yang berbeda-beda untuk mengenai sistem pembiayannya.
Sementara itu dari sisi lembaga penjaminan, menurutnya tidak ada masalah karena setelah mendapatkan resi gudang, maka pelaku usaha tinggal menggandeng lembaga keuangan yaitu perbankan. UKM dan petani akan mendapatkan subsidi bunga sebesar 6% per tahun. Sedangkan pengusaha mendapatkan bunga komersial.
Pelaku usaha yang enggunakan resi gudang akan mendapat pembiayaan dari bank sebesar 70% dari nilai barang yang diresigudangkan. Sistem tersebut dapat digunakan jika pelaku usaha memerlukan tambahan dana untuk mempercepat arus kasnya.
“Kalau dia sudah punya pembeli tetap, cash flow resi gudang bisa berjalan baik,” ujar Edi.