Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenperin Minta Industri Terapkan Teknologi RBCS

Dalam upaya mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor industri, Kementerian Perindustrian meminta pelaku industri untuk melaksanakan alih teknologi yang efisien. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah RBCS.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar. /Kemenperin
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar. /Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam upaya mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor industri, Kementerian Perindustrian meminta pelaku industri untuk melaksanakan alih teknologi yang efisien. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah regenerative burner combustion system (RBCS).

RBCS merupakan teknologi yang digunakan pada tungku pemanasan ulang (reheating furnace) dengan fungsi untuk melakukan pemanfaatan kembali gas buang yang masih mengandung energi cukup besar sehingga akan mampu menghemat penggunaan energi di industri. Dengan teknologi tersebut, konsumsi bahan bakar basis gas dapat dihemat sekitar 30%.

“Teknologi RBCS akan menghasilkan sebuah high performance industrial furnace atau tungku pemanas industri yang berkinerja tinggi. RBCS memiliki konduktivitas yang cepat menerima dan menghantarkan panas,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Haris Munandar ketika membuka Workshop Perumusan Kebijakan dan Evaluasi Program Prioritas Litbangyasa Industri bertema Pemanfaatan Teknologi Efisien di Sektor Industri Baja Nasional di Jakarta, Senin (15/2).

seperti dikutip siaran pers Kemenperin, Haris mengatakan teknologi RBCS telah dimanfaatkan oleh industri besi dan baja di Indonesia. “Pada 2006, alih teknologi ini diaplikasikan oleh PT Gunung Garuda, yang mana merupakan hasil kerjasama industri antara Pemerintah Indonesia dan New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) dari Jepang,” paparnya.

Menurut Haris, pentingnya penerapan teknologi RBCS pada sektor industri karena saat ini di Indonesia terdapat delapan subbidang industri yang lahap energi, yaitu industri semen, pupuk, petrokimia, besi dan baja, pulp dan kertas, tekstil, keramik, serta minyak goreng dan gula.

Terhadap kedelapan jenis industri tersebut telah dilakukan inventori sebanyak 700 perusahaan yang secara agregat emisi CO2-nya mencapai 114,41 mega ton ekuivalen.

Untuk itu, selain upaya Pemerintah untuk konservasi energi dan pengurangan emisi GRK, pelaksanaan alih teknologi pada sektor industri diharapkan juga mampu meningkatkan kualitas SDM dan mendorong daya saing industri nasional.

“Saya mengharapkan Workshopini banyak memberi manfaat tidak hanya untuk sektor industri, tetapi juga untuk para pemangku kepentingan dalam hal mendukung peningkatan daya saing industri sekaligus meningkatkan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan rakyat,” tegasnya.

Komitmen Pemerintah

Di samping itu, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK pada 2020 dengan base year 2010 sebesar 26% melalui sumber daya nasional, dan hingga 41% dengan bantuan internasional dari total GRK Nasional.

Komitmen tersebut ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) yang diterbitkan pada 20 September 2011.

Haris menyampaikan industri merupakan salah satu penyumbang emisi GRK terpenting. Sumber-sumber emisi GRK dari bidang industri meliputi penggunaan energi, proses industri, serta pengolahan limbah industri. “Dengan demikian, sektor industri memegang peranan penting untuk menurunkan emisi GRK untuk mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.

Ia menyebutkan pilihan aksi mitigasi dalam rangka menurunkan emisi GRK dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok.

Pertama, mengurangi jumlah energi yang digunakan per produk melalui peningkatan penerapan efisiensi yang akan mengarah pada mitigasi emisi GRK.Teknologi RBCS adalah salah satu contoh penerapan aksi mitigasi ini.

Kedua, mengubah jenis sumber energi yang digunakan dengan memanfaatkan bahan bakar alternatif atau penggantian bahan bakar dengan biomassa, limbah padat perkotaan, dan lain sebagainya yang secara ideal memiliki kandungan karbon kurang dari bahan bakar fosil.

Ketiga, memodifikasi proses utama, di mana emisi dari proses industri dapat berkurang sejalan dengan berkurangnya emisi GRK dari penggunaan energi.

Modifikasi proses dapat dilakukan dengan mengubah atau reformulasi produk, bahan baku atau meningkatkan efisiensi penggunaan bahan seperti melakukan daur ulang bahan. ()


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper