Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyambut positif hasil rapat perdana dengan Kemenko Maritim yang banyak membahas sejarah pembentukkan sistem regulated agent (RA) guna menyelesaikan masalah bisnia agen inspeksi di bandar udara.
Wakil Ketua Umum bidang Angkutan Udara DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sahat Sianipar mengatakan sejumlah regulasi yang dibuat pemerintah sudah bagus, namun perlu ada penyesuaian baru mengingat implementasi di sejumlah bandar udara masih buruk.
"Kami berharap ke depannya rapat ini akan mewujudkan sinkronisasi ketika pemerintah membuat regulasi. Semoga dengan koordinasi dengan Menko lebih komprehensif, khususnya terkait tarif RA," ungkapnya kepada Bisnis.com, Jumat (26/2/2016).
Sahat menambahkan rencana pembentukan kelompok kerja (pokja) penyelesaian regulated agent ALFI masih dalam proses penyusunan tim. Dia menyambut positif respon Kemenko Maritim untuk menurunkan biaya logistik dari sektor angkutan udara.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya mengusulkan penggabungan mekanisme agen inspeksi penerbangan barang dengan authorized economy operator.
Dalam rapat perdana tentang polemik regulated agent (RA) dan maintenance repair and overhaul (MRO), Asisten Deputi Jasa Kemaritiman Okto Irianto menyatakan industri penerbangan di Indonesia sudah memasuki era open sky sehingga agen inspeksi harus mampu menjamin keamanan penerbangan.
Okto menyebut keinginan untuk menciptakan keamanan justru membebani biaya industri bisnis penerbangan sehingga perlu ada efisiensi rantai pemeriksaan.
"Indonesia ini adalah eksportir yang besar, kita harus bersaing tetapi jika kelancaran barang ekspor terganggu karena biaya tambahan hal ini akan merusak bisnis dan membuat perusahaan lokal merugi," terang Okto kepada Bisnis.com, Jumat (26/2/2016).
Hasil sementara rapat pun mengusulkan penggabungan konsep keamanan penerbangan dengan konsep keamanan barang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Keduanya memiliki sistem nama yang berbeda padahal memiliki mekanisme yang serupa.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki sistem authorized economy operator (AEO) yakni fasilitas perdagangan international yang memberi jaminan keamanan pengiriman barang. Sertifikasi itu dikeluarkan World Customs Organization (WCO).
Sistem AEO memudahkan kelancaran barang ekspor dan impor berkat komitmen antar negara yang telah memberlakukan AEO. Menurut Okto, sistem AEO memudahkan arus pengiriman barang agar tidak berkali-kali diperiksa.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 153/2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos Serta Rantai Pasok (Supply Chain) Kargo dan Pos yang Diangkut Pesawat Udara, diatur regulated agent, ada pula sistem known consignor atau pengirim pabrikan yang berfungsi melakukan pengendalian keamanan terhadap barang produksinya secara regular.
Okto menyebut ke depannya produk ekspor yang ideal bisa disertifikasi dalam AEO juga known consignor.
"Kami baru menggodok kemungkinan penggabungan AEO dan known consignor ini, karena hal ini juga menyangkut kepentingan nasional agar tak menguras banyak biaya sehingga biaya logistik bisa diturunkan," terang mantan Kepala Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno Hatta ini.
Pasca pertemuan antarpelaku industri penerbangan dengan Kemenko Maritim, Okto mengungkapkan bahwa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 153/2015 berpotensi mendapatkan rekomendasi tambahan.
Rekomendasi tersebut akan mengakomodasi sejumlah hal yang belum dilaksanakan atau direvisi. Jika rekomendasi Kemenko Maritim diterima oleh Kemenhub, maka penyedia jasa terkait juga harus menyesuaikan diri. ()