Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia menyatakan respons korporasi terkait transaksi lindung nilai semakin membaik. BI mencatatkan hingga kuartal III/2015 sebanyak 2.166 korporasi nonbank atau 85% dari total korporasi yang wajib lapor telah menyampaikan laporan kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian.
Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan dilihat dari outstanding utang luar negeri, korporasi yang telah menyampaikan laporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) telah mencakup 95% dari outstanding ULN korporasi yang wajib lapor.
"Tingkat pemenuhan kewajiban rasio lindung nilai dan rasio likuiditas pun juga cenderung meningkat," katanya di Acara Lokakarya "Penggunaan Instrumen Derivatif dalam rangka Lindung Nilai atas Risiko Nilai Tukar," di Kompleks Gedung BI, di Jakarta, Senin (28/3/2016).
BI mengeluarkan peraturan No.16/21/PB/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. PBI ini bertujuan memitigasi risiko yang ditimbulkan ULN swasta.
Dia menuturkan tingkat pemenuhan kewajiban rasio lindung nilai dan rasio likuiditas juga cenderung meningkat. Korporasi yang telah memenuhi kewajiban rasio lindung nilai untuk kewajiban valas hingga 3 bukan ke depan sebanyak 1.737 perusahaan atau 83% dari korporasi yang melapor.
Angka itu meningkat dibandingkan kuartal II/2015 yang tercatat 1.309 korporasi dan kuartal I/2015 sebanyak 1.084 perusahaan. "Volume transaksi lindung nilai oleh korporasi mengalami peningkatan setelah penerapan ketentuan KPPK ini," ucapnya.
BI melaporkan total transaksi lindung nilai (derivatif) beli korporasi domestik tercatat sebesar US$36,81 miliar pada 2014 dan meningkat 13% menjadi US$41,6 miliar pada 2015.